TENTANG MENUTUP HATI DAN BELUM SIAP
MENERIMA CINTA YANG BARU
Pada
umumnya, membuka hati bukanlah suatu masalah. Khususnya perihal tentang cinta.
Kamu hanya tinggal mencari sesosok lawan jenis yang menurutmu memang
benar-benar pantas untuk dicintai. Atau mungkin juga jika menurutmu tidak
cocok, kamu bisa menggantinkannya dengan yang lain, dengan yang baru. Mudah
saja bukan?
Tapi
pada sebagian orang, entah kaum mayoritas atau mungkin juga kaum minoritas,
membuka hati adalah sesuatu yang amat sulit. Terutama setelah kamu mengalami
patah hati terhebat, atau mungkin juga karena mencintai tanpa dicintai? Ya,
lebih tepatnya cinta yang tak terbalas.
Teruntuk
kamu, yang mungkin sampai saat ini belum bisa membuka hati, belum mampu
mencintai orang-orang baru, atau mungkin juga hanya menutup diri karena
memiliki masa lalu yang begitu kelam. Tenanglah! Kamu berhak mempunyai
keputusan itu. Kamu memang butuh waktu sendiri, menikmati dinginnya malam,
pekatnya gelap, dan bisunya rasa sepi.
Datanglah kesini, tulisan ini diperuntukkan
untukmu!
“Akan ada waktunya dimana kamu
mencapai satu titik jenuh saat memperjuangkan sesuatu dengan bersusah payah,
namun hasil yang didapatkan hanyalah nol besar.”
TERUNTUK KAMU, YANG MASIH TERBAYANG
INDAHNYA PERTEMUAN DI DETIK PERTAMA
Kamu
mungkin masih ingat pada suatu waktu, entah takdir yang menemukan atau waktu
yang telah menentukan. Kamu tahu, jika menurutmu itu lebih dari kata indah,
maka sepertinya Tuhan sedang bahagia dari
yang sebelumnya ketika menakdirkan kamu bertemu dengannya.
Kamu
masih ingat?
Lirikan
pertamanya yang mengarah ke wajahmu? Apa menandakan bahwa ia sedang bahagia karena
melihatmu? Jika kamu tidak tahu jawabannya, setidaknya kamu tahu bahwa kamu
begitu amat bahagia di detik itu. Lirikan sepele sebenarnya, namun sampai kini
kamu tidak akan pernah melupakan detik tak terduga yang berharga itu.
Kamu
masih ingat?
Kalimat
pertama yang dia lontarkan untukmu? Pasti. Kamu akan selalu ingat ucapannya ya
walaupun kalimatnya sesederhana “Hai!”. Karena banyak diluar sana, cinta yang
berawal dari sebuah kalimat sederhana itu.
Jika kamu masih mengingat dan
mengenang semuanya, itu artinya kamu belum siap membuka hati untuk cinta yang
baru.
“Untuk apa mengharapkan dia yang
jelas – jelas bukan siapa – siapa di hidup kamu? Jangan bodoh deh!”
“Masih banyak orang di luar sana.
Yang lebih baik dari dia. Jadi orang jangan lebay gitu!”
“Ayolah! Buka hati kamu saja. Banyak
orang yang sedang menunggu kamu membuka hati.”
Itu
adalah perkataan orang – orang di sekitar kamu, yang berusaha menenangkanmu.
Mereka selalu memberi tahumu bahwa orang baru akan datang dengan cinta yang
baru pula. Mereka adalah orang – orang yang sangat peduli dengan keadaan hati
kamu.
Tapi
sepertinya, kamu memang akan melawan, mencoba berteriak kepada mereka agar segera
diam. Wajar saja jika mereka memintamu untuk segera membuka hati untuk orang –
orang baru. Namun, apakah mereka bisa menjamin bahwa kamu akan sembuh? Apakah
mereka bisa menjamin pula bahwa rasa sakit itu tidak akan singgah lagi?
Orang
– orang di sekitarmu memang peduli terhadapmu. Namun, tidak semua mengerti akan
perasaanmu. Bagi mereka yang tidak pernah mengerti, akan memandangmu sebagai
pribadi yang pengecut, lemah, dan lebay.
Padahal, ada satu yang janggal. Kamu yang terlihat lemah dari pandangan mereka,
adalah pribadi yang kuat dan berani. Kuat untuk terus bertahan, dan berani
untuk terus memperjuangkan. Karena menyudahi cinta yang pernah singgah bukanlah
perkara yang mudah.
Mungkin
kamu belum membuka hati karena rasa sakit itu masih ada. Terkadang hilang
sementara, lalu kembali datang tiba – tiba. Hanya saja, kamu sepertinya sudah
terbiasa memperlakukannya sebagai hal yang lumrah. Akrab dengan situasi seperti
itu, sampai akhirnya kamu lebih nyaman dengan menyendiri di tempat yang sepi.
“KAMU, adalah satu – satunya alasanku
menutup hati untuk cinta yang lain.”
Teruntuk kamu yang belum siap membuka
hati untuk cinta yang baru, aku pun sama
seperti itu.
Kamu tahu? Aku berada di posisi yang sama. Hal yang selalu
singgah di setiap waktu hanyalah mengingatnya. Saat sepi dan gelap, dia selalu
muncul dalam pikiran. Singgah sejenak, mengajakku bernostalgia perihal tentang
indahnya masa lalu, masa dimana aku dan kamu masih berada di cerita yang sama.
Aku
selalu rindu akan hal itu. Namun, memang seperti itulah sisi negatifnya sebuah
rindu. Dia datang tiba-tiba, menghentak, masuk tanpa permisi. Lalu, pergi
bergitu saja. Meninggalkan sebuah luka. Ya, sama seperti kamu.
Kamu tahu? Aku pun belum bisa membuka hati untuk cinta yang baru.
Entah karena aku belum siap menerima cinta yang lain, atau mungkin juga entah
karena kamu yang telah singgah terlalu dalam. Yang pasti, pada intinya adalah
aku belum mau membuka hati, terlalu dini untuk menerima cinta yang lain.
Aku
adalah bagian dari kaum minoritas atau mungkin mayoritas yang sulit membuka
hati. Alasan yang klasik jika aku berkata “Terlalu dini jika aku membuka hati
untuk cinta yang baru!”. Itu adalah alasan terburuk. Begini, bukankah cinta yang baru itu sebaiknya datang lebih awal?
Untuk mengobati hati yang telah patah dengan cepat juga?; (Itu adalah sebuah perdebatan antara perasaan dan logika di hidupku.
Karena perasaan dan logika ini selalu bertengkar, mempunyai komitmennya
masing-masing.)
Aku
mempunyai logika dan perasaan yang sama kuatnya. Logika yang hebat, dan
perasaan yang tulus. Mereka selalu bertengkar. Seakan saling menunjukkan
kehebatannya agar aku memilih salah satunya. Siapa yang menang?
Begini,
Setiap
dihadapkan dengan soal psikotest atau tes sejenisnya, aku selalu berhasil
mengalahkan banyaknya soal – soal yang memang ditujukan untuk menguji sebuah
logika. Itu adalah bukti bahwa logika yang aku punya begitu hebat.
Tapi kamu tahu?
Sampai
saat ini, logika hebat yang aku punya, selalu kalah dengan yang namanya
peraasaan.
Ketika
logika yang hebat ini berkata menyerah dan membuka hati untuk cinta yang baru,
aku malah memilih perasaan yang meminta tetap bertahan, dan terus berjuang.
Ya, perasaan tuluslah yang selalu
menang.
“Jatuh cinta bukanlah perihal tentang
siapa yang paling kuat, tetapi tentang siapa yang paling siap.”
Kamu tahu? Aku pun masih terbayang masa lalu dan berharap agar
bisa mengulang adegan saat aku dan dia berjabat tangan untuk pertama kalinya.
Mengingat segelintir senyuman di bibir manisnya.
Dia
adalah orang yang memang aku gadang – gadang sebagai cinta sejati (pada
awalnya). Aku tahu, kini kamu sudah tidak hadir lagi. Namun aku mempunyai hati.
Hati yang diciptakan sebagai sesosok
yang setia. Mungkin wajar saja jika hati setia pada satu orang yang benar –
benar dimiliki. Tapi apa ini? Setia pada satu orang yang jelas – jelas bukan
milikku? Percayalah, ini lebih buruk dari sekedar patah hati.
Awal
bertemu dengannya, aku tidak pernah berpikir bahwa dia akan menjadi bagian
penting di hidupku. Bagian yang terindah. Pertemuan itu biasa saja pada
awalnya, namun sekarang aku selalu mengenangnya. Karena pertemuan itu adalah
bagian cerita terindah yang pernah ada di hidupku.
“Pada akhirnya, hati yang telah lama
ditutup akan lebih tahu kapan waktunya untuk kembali siap jatuh cinta.”
TERUNTUK
KAMU YANG MASIH MEMILIH BERTAHAN
Untukmu
yang masih bertahan, tidak mungkin jika kamu berkata bahwa kamu tidak kesepian.
Pasti ada saatnya, kamu merindukan sebuah waktu. Waktu saat bersamanya,
menjadikannya sebagai sandaran, menceritakan semua kersahanmu kepadanya. Kamu
akan merindukan dekapannya yang membuatmu merasa hangat dan nyaman. Kamu
sebenarnya sudah tahu bahwa dia sudah tidak hadir lagi. Tapi kalau sudah rindu, harus bagaimana lagi?
Aku
tahu, sepi yang kamu rasakan kali ini tidak memintamu untuk segera mencari
orang baru. Orang yang segera mengisi kesepian yang kamu rasakan saat ini. Kamu
yang memutuskan untuk bertahan, tidak peduli walaupun rasa kesepian yang selalu
menyinggahi hari – harimu. Kamu mungkin sudah megerti bahwa dirimu memang butuh
waktu sendiri untuk lebih mempersiapkan diri.
Untukmu
yang masih merasakan luka, tidak mungkin jika kamu bisa buru – buru
menghilangkan sebuah luka yang pernah ia tinggalkan di hidupmu. Luka itu harus
sembuh sebelum melukai orang lain juga.
Untukmu
yang lebih memilih memeluk diri sendiri, itu adalah hal terbaik dalam bertahan
dalam kesepian. Jangan memaksakan untuk mencintai orang baru. Kamu akan
menjadikannya sebagai pelampiasan saja. Carilah teman terbaik yang bisa diajak
bercerita, berbagi solusi terbaik. Atau jika tidak ada satupun teman, beralih
ke ranjang kesayanganmu, tarik nafas, bukalah catatan ataupun laptop. Lalu,
tuangkan semua kesedihanmu disana. Terkadang, itu lebih baik.
Sebuah
kebersamaan tidak lebih baik dari kesendirian yang memang terasa jauh lebih
nyaman. Kesepian yang kamu alami saat ini bukanlah suatu masalah. Justru
sebagai suatu aktivitas yang biasa. Sepi yang tiba – tiba singgah lalu pergi
itu adalah sahabat terbaikmu saat ini. Dari sebuah kesepian, kamu akan belajar
bagaimana caranya agar lebih siap untuk jatuh cinta, lalu patah hati.
Suatu
saat ketika kamu sudah bosan dengan bertahan dan kesepian, cobalah membuka
hati, belajar dari kesalahan yang lalu. Agar kesalahan itu tidak terulang untuk
kedua kalinya. Memang sih, terkadang patah hati tidak datang sekali dua kali,
namun beberapa kali. Kamu harus belajar agar lebih kuat dari yang sebelumnya.
Perjuangkan seseorang yang memang benar – benar ingin merawat hatimu. Bukan
yang merusak setelah sembuh.
“Rasa lelah selalu singgah, namun
hati tidak pernah berkata menyerah.”
Teruntuk kamu yang selama ini
bertahan, aku pun sama seperti itu.
Kamu tahu? Aku berada di posisi yang sama. Bertahan walaupun
menyakitkan secara perlahan. Menyudahi cinta dan menyerah begitu saja tidak
semudah dia yang melupakanku begitu cepat. Sejauh ini, bertahan sekuat mungkin
adalah solusi terbaik. Seperti yang aku katakan sebelumnya, logika yang dikalahkan perasaan, adalah salah satu alasanku
bertahan sampai saat ini.
Kamu tahu? Aku pun mempunyai teman – teman yang peduli. Aku
pernah membentak mereka yang hanya berharap pada satu orang saja. Aku pernah
memarahi mereka yang terlalu berlarut dalam kesedihan setelah mengalami patah
hati. Aku pernah memberi tahu mereka untuk membuka hati terhadap cinta yang
baru. Tapi kamu tahu? Sekarang aku adalah
bagian daru mereka.
Kamu tahu? Aku pun sekarang hanya bertahan dalam kesepian. Bersahabat
dengan gelap yang pekat dan sepi yang memeluk hangat. Rasa sepi yang selalu
datang tiba – tiba, lalu pergi begitu saja pun sudah menjadi teman akrab
bagiku. Menyendiri untuk lebih menenangkan hati adalah yang paling nyaman
sejauh ini. Jika ada yang bertanya perihal tentang mengapa aku seperti itu? Ya
jawabannya adalah kamu.
“Mempertahankan bukanlah sesuatu yang
mudah. Apalagi jika mempertahankan sesuatu yang benar – benar bukan menjadi milik
kita lagi.”
TERUNTUK
KAMU, YANG SUDAH MERASA LELAH, LALU MENCOBA UNTUK MELEPASKAN.
Terkadang
kamu terlalu bodoh untuk mengorbankan sebuah hati hanya untuk sesosok cinta
yang tidak berkejelasan. Kamu juga tidak bisa menyalahkan diri kamu sendiri,
jatuh cinta tidak pernah pantas untuk disalahkan. Karena pada dasarnya, jatuh
cinta bukan perihal tentang waktu. Ia akan datang kapanpun, siap atau tidak
siap, mau ataupun tidak mau.
Setiap
hari kamu selalu bertemu dengan orang – orang baru, namun biasa saja bukan? Tapi
mengapa saat bertemu dengannya di detik pertama, kamu mempunyai rasa yang
berbeda? Seperti itulah sifatnya cinta. Saat hati melihat dia sebagai sesosok
yang beda, maka bersiaplah! Kamu akan segera jatuh cinta.
Kini, semua sudah terlanjur. Kamu
sudah berjuang, namun hanya rasa pedih yang tersisa. Saatnya berpikir perihal
tentang bertahan atau melepaskan.
Tentang
bertahan, atau melepaskan? Sesuatu yang saling berkaitan. Suatu saat akan ada
masanya dimana kamu berada pada titik rasa lelah tertinggi, hanya karena
terlalu lama bertahan dalam kesakitan. Posisi ini juga akan membuatmu kembali
berpikir perihal tentang terus bertahan, atau mulai melepaskan?
Mungkin
kamu sudah lelah berkali – kali, namun tidak pernah menyerah. Tapi ada saatnya,
kamu pun harus menyayangi diri kamu sendiri. Merawat hati yang terluka agar
sembuh kembali. Memberanikan diri keluar dari zona sepi yang selama ini menjadi
tempat paling nyaman. Saatnya memulai perubahan!
Kamu
harus mengerti, bahwa sikap yang
dimiliki perubahan tidaklah mengenakkan. Kamu harus keluar dari zona nyaman,
merubah kebiasaan yang selama ini menemani rasa sepi.
“Terkadang, kita harus melepas
sesuatu yang baik, demi meraih sesuatu yang lebih baik lagi.”
Lepaskan!
Bagaimana kamu bisa melepaskannya jika diri kamu sendiri saja tidak berani
untuk menghilangkan setiap kenangan yang selama ini masih singgah di kepala?
Dia yang kamu pertahankan dalam kepala adalah orang yang sekarang sama sekali
tidak memperdulikanmu disini. Cobalah keluar, disana kamu bisa melihat
banyaknya orang yang menunggu kamu membuka hati untuk bisa hidup dan berjuang
bersama – sama.
Kamu
akan menemukan seseorang yang lebih baik dari masa lalumu, lebih manis dari
masa lalumu, bahkan lebih segalanya dari masa lalumu.
Percayalah!
Asal kamu berani untuk mencobanya.
“Pada intinya, kamu tidak akan bisa
berpegang erat pada seseorang yang ingin melepasmu.”
Teruntuk kamu yang mulai merasa lelah
dan mencoba melepaskan, aku pun sama
seperti itu.
Kamu tahu? Aku pun lelah. Namun melepaskan tak semudah yang orang
kira. Berjuang untuk bertahan sama sulitnya dengan berjuang untuk melepaskan.
Sebenarnya aku tidak mempermasalahkannya jika harus terus bertahan ya walaupun
rasa sakit mulai tak tertahankan. Tapi setelah sekian lama, hati mengadu,
berteriak bahwa ia juga pantas untuk dirawat, lalu bahagia.
Melepaskan
bukan perihal tentang menyerah, tetapi lebih mengarah kepada sadar bahwa
keberadaan kita bukanlah yang penting di kehidupannya.
Sebenarnya
aku sudah amat lelah sejak lama, tapi baru kali ini aku merasa bahwa aku harus
mencoba untuk melepas. Merelakan semua kenangan yang masih tersusun rapih di
kepala.
Kamu tahu? Aku pun sedang mencoba melepas. Kini, aku sudah amat
lelah dan mencoba untuk melepas. Semua yang indah telah aku tuangkan dalam
tulisan. Agar aku tahu, bahwa aku pernah bahagia pada suatu waktu. Bersamanya.
Lembaran
baru mulai aku buka satu per satu, menuangkan cerita baru. Tanpa melibatkannya
sama sekali. Aku percaya. Sejauh apapun dia pergi, jika dia memang ditakdirkan
untukku, dia akan kembali. Dengan cara yang tidak terduga. Atau mungkin dengan
cara yang spektakuler.
“Kamu tidak akan pernah tahu caranya
melepaskan sesuatu yang memang tidak ingin kamu lepaskan. Sampai pada akhirnya
kamu sadar, kini tak ada satupun yang bisa kamu pegang lagi.”
Semua
yang pernah disakiti lalu bangkit, pasti pernah berpikir bahwa dia adalah yang
terbaik, tidak tergantikan pula. Walaupun dia telah pergi, telah hilang, kamu
begitu enggan melepaskannya, kenangannya, dan semua tentangnya. Kamu akan
selalu berpikir bahwa tiada satupun yang bisa menggantikannya (pada awalnya).
Tapi
pada akhirnya, semua telah berbeda dan berubah. Entah mungkin karena
berjalannya waktu, kamu pun bangkit dengan sendirinya. Menemukan cerita yang
baru, ya tentunya dengan orang baru, bukan dia. Tapi, dalam hal ini kamu harus
mengerti. Bahwa cinta yang baru terkadang
datang lebih baik dari yang kamu bayangkan sebelumnya. Jika seperti itu,
kenapa tidak secepatnya membuka hati? Karena jika berbicara perihal tentang
patah hati, bukanlah tentang seberapa lama kamu move on, tetapi hanya perlu
menemukan sesuatu yang baru. Menemukan yang lebih baik dari yang sebelumnya.
Tapi,
sekali lagi. Aku tidak terlalu memperdulikan hal itu. Kini aku mempunyai sebuah
prinsip. Bahwa yang pergi, biarlah pergi. Yang hilang, biarlah hilang. Semua
akan kembali jika memang ditakdirkan untukku. Atau jika tidak, Tuhan telah
menyiapkan sebuah cerita baru yang lebih indah di masa depan. Jangan sedih dan
jangan lupa! Semua orang pantas untuk bahagia. Camkan itu!
“Suatu saat, kamu akan sadar dengan
sendirinya bahwa kamu sudah memberikan banyak pada seseorang, sehingga kamu
lupa untuk memberikan yang terbaik pada hati kamu sendiri. Percayalah! Apa yang
memang sudah ditakdirkan menjadi milikmu, pasti akan menjadi milikmu. Dan sesuatu
yang bukan ditakdirkan menjadi milikmu, sebagaimanapun kamu berjuang, tidak
akan pernah menjadi milikmu.”
***
-Jika
kamu menyukai postingan ini, ayo share dan ajak mereka untuk membacanya juga-
ZIANOVEL
Written
by: Muhamad Fauzian
IG:
fauzian.muhamad
FB:
Fauzian Sebastian