TERLAMBAT

TERLAMBAT
(Pilihlah orang yang penting dari yang terpenting)


            Ayam berkokok dengan merdunya, suhu terasa dingin menusuk jiwa. Aku segera mengakhiri adegan yang hanya berupa bayangan ini, yaitu mimpi dalam tidur. Waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi, itu berarti aku harus segera bangun dari tidurku yang sedang merasakan mimpi yang tidak aku ingat sejak malam tadi. Aku mempunyai feeling yang bagus untuk hari ini. Karena entah dari mana semangat itu datang menghampiriku sejak aku membuka mataku tadi.
            Aku adalah seorang laki-laki bernama Alfero, biasa dipanggil Fero. Aku berumur 21 tahun. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Aku mempunyai adik laki-laki yang masih SMP, namanya Vello. Kata orang-orang, aku mempunyai tubuh yang ideal dan wajah yang tampan. Tapi aku tidak terlena oleh pujian itu. Berkat kepintaran yang aku punya, aku dapat kuliah di salah satu universitas negeri di daerah Bandung. Di sana, aku mendapatkan beasiswa yang cukup membantu kehidupanku. Aku kuliah tidak bayar, melainkan dibayar. Aku mendapat upah per bulannya sebanyak 1 juta. Aku mempunyai pacar bernama Angel. Aku sangat menyayanginya, dan tidak pernah pergi darinya. Angel mempunyai paras yang cantik, namun sayangnya dia memiliki sikap yang cemburuan. Tapi aku tidak memasalahkan itu, aku beranggapan jika dia cemburu, maka itu tandanya ia sayang padaku.
            Pagi ini cuaca terasa panas, maklum sekarang adalah musim kemarau. Jadi ya beginilah keadaanku di kost. Oh ya, aku sebenarnya asli dari Bogor dan sekarang aku kuliah di Bandung. Maka dari itu, aku menetap di kamar kost. Aku biasanya pulang sebulan sekali ke rumah, dan hari ini adalah jadwalku untuk pulang setelah mengikuti jam pelajaran kuliah. Hal itulah yang ternyata membuatku semangat di pagi hari. 
            Seperti biasa, ketika mentari pagi datang, aku selalu membereskan kamar tidur yang selalu acak-acakan. Entah mengapa ketika aku rapihkan, suatu saat nanti pasti acak-acakan kembali. Ya mungkin itu sudah tradisi bagiku. 
Hari ini adalah hari sabtu. Mata pelajaran kuliahku hanya satu, yaitu kimia. Dosen mata pelajaran kimia itu menurutku baik. Dia adalah bu Suci, dosen terbaik bagiku. Karena ia selalu memberikan nilai yang besar kepadaku di tiap semesternya.
            Setelah merapihkan kamar kostku, aku segera mandi, berpakaian rapih, sarapan, lalu langsung berangkat. Itulah kegiatan pagiku. Sehabis itu, aku mengunci pintu kamar kost dan saatnya berangkat menjemput pacarku untuk berangkat kuliah. Aku langsung memacu motorku yang belinya memakai hasil dari keringatku sendiri. Karena selain sebagai anak kuliah, aku juga mempunyai kerjaan sebagai desainer. Aku hanya bekerja ketika ada yang memesan dan order. Itu cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hariku. Karena itu, orang tuaku tidak pernah mengocek kantongnya untuk biaya kehidupanku.
            Di tengah perjalanan, ponselku yang logonya berbentuk buah apel itu berbunyi. Ketika aku lihat, ternyata bunda yang menelponku.
            “Halo? Kenapa bunda?” ucapku.
            “Kamu pulang kapan sayang?” tanya bunda yang terdengar dari ponsel itu.
            “Kayaknya nanti siang deh bunda. Soalnya aku ada satu mata pelajaran kuliah nih.” Jawabku.
            “Oh begitu, ya sudah hati-hati sayang.” Ucap bunda mengingatkanku.
            “Iya bunda.” Jawabku sambil mematikan telepon dan melanjutkan perjalananku.
            15 menit berlalu, aku sudah sampai di depan rumah Angel. Di sana, sudah ada Angel dan mamanya yang sedang menungguku. Aku dan keluarga Angel sudah dekat sekali, karena aku sering ke rumah Angel dan sering bertemu dengan mamanya. Biasanya, aku memanggilnya Tante. Semantara itu, ayahnya sedang pergi ke luar kota untuk mengurus pekerjaannya. Aku menghampiri mereka dan mencium tangan mama nya.
            “Tumben lama Fer?” tanya Angel.
            “Emangnya aku telat ya?” jawabku menanya balik.
            “Iya biasanya 14 menit kamu sudah sampai. Sekarang udah 15 menit loh.” Ucap Angel sambil tertawa.
            “Ya elah cuma 1 menit aja. Anak tante ternyata segitunya ya tante haha.” Jawabku sambil tertawa.
            “Iya emang begitu anak tante mah terlalu hebat.” Jawab tante yang tersenyum kepadaku.
            “Yaudah mam, aku mau berangkat dulu ya mam.” Ucap Angel pada mamanya.
            “Iya hati-hati ya jangan ngebut-ngebut bawa motornya Fer.” Ucap tante mengingatkanku.
            “Iya oke tante.” Jawabku sambil mencium tangannya.
            Aku langsung menaiki motorku dan memakai helm. Sementara Angel memakai helm yang selalu ia bawa. Entah kenapa aku melihat Angel mukanya pucat sekali. Mungkin ia lagi sakit, atau mungkin itu hanya perasaanku saja. Angel pun menaiki motorku dan aku langsung mamacunya. Selama di perjalanan, Angel hanya berdiam diri saja. Tidak seperti biasanya yang selalu ngomong ini itu. Tapi aku tetap berfikiran positif, mungkin ia sedang badmood. Aku pun langsung memacu motorku ke kampus yang hanya berjarak 3 kilo meter dari rumahnya. 
            Di tengah perjalanan, ponselku kembali berbunyi. Aku memberhentikan motor dan   mengangkat telepon itu yang ternyata dari Pak Arif, pelanggan desain ku.
            “Halo?” ucap Pak Arif.
            “Iya pak? Kenapa?” jawabku.
            “Kamu bisa kesini ga? Untuk melihat kondisi toko biar nanti posternya cocok. Gimana?” tanya dia
            “Bisa sih pak, tapi bukan sekarang. Paling nanti sehabis pulang kuliah pak.” Jawabku
            “Ya sudah tidak apa-apa. Di tunggu ya.” Ucapnya.
            “Iya oke pak.” Jawabku sambil mengakhiri telepon itu.
            Angel pun sepertinya penasaran dan bertanya,
            “Siapa sayang?” tanya dia.
            “Biasa sayang, pelanggan desain ku. Dia menyuruhku kesana buat nego.” Jawabku sambil menaruh ponsel ke dalam celana.
            “Oh gitu sayang.” Jawabnya. Aku langsung meneruskan perjalanan.
            Kita pun sampai di kampus. Aku segera memarkirkan motor. Aku dan Angel berbeda fakultas. Ia berada di fakultas ekonomi. Sementara aku berada di fakultas teknologi.
            “Sayang, kamu sekarang cuma satu mata pelajaran aja ya?” tanya Arngel.
            “Iya nih, kenapa emang?” jawabku menanya balik.
            “Ya udah kamu pulang duluan aja sayang, katanya kamu mau ketemu pelanggan dulu tentang pesenan desain. Terus, kamu kan mau pulang ke Bogor.” Ucap Angel.
            “Emm iya sih, tapi emang gapapa sayang?” tanyaku untuk memastikan.
            “Gapapa kok sayang. Yaudah aku mau masuk fakultas dulu ya. Hati-hati sayang.” Ucap dia sambil meninggalkanku.
            “Iya sayang kamu juga hati-hati.” Jawabku sambil tersenyum ke arahnya.
            Entah kenapa kali ini aku merasa sedih sekali. Aku merasa kehilangannya. Senyumnya berbeda dari yang biasanya. Mukanya begitu pucat dan suaranya lemas sekali. Tapi aku tetap meyakinkan hatiku bahwa itu mungkin perasaanku saja. 
Aku segera masuk ke ruangan yang isinya begitu sunyi, yaitu kelasku. Kelas ini begitu hening. Karena hanyalah orang-orang pintar dan sibuk yang ada di dalamnya. Mereka sibuk dengan laptopnya masing-masing. Aku segera mengeluarkan laptopku dalam tas.
“Kenapa Fer? Mukanya kok kusut gitu.” Tanya temanku, yaitu Wira.
“Engga nih, cuma sedikit ngantuk doang hehe.” Jawabku.
Wira adalah teman yang paling dekat denganku di fakultas ini. Karena yang lain itu sepertinya sibuk dengan dunianya masing-masing.
Tidak terasa, mata pelajaran kimia pun berakhir. Aku keluar dari ruangan yang begitu hening itu. Lalu, ponselku kembali berbunyi. Aku kira dari pelangganku, ternyata bunda yang menelpon.
“Halo bun?” ucapku.
“Sayang kamu jadi pulang sekarang?” tanya bunda.
“Emm engga bunda, kayaknya malem deh.” Jawabku sambil garuk-garuk kepala.
“Kenapa emangnya sayang?” tanya bunda dengan suara halusnya.
“Aku sekarang mau bertemu pelanggan nih buat proyek desain nya bun. Lumayan buat pendapatku. Nanti aku belikan bunda barang yang paling bunda suka deh. Terus aku bagi hasil pendapatannya.” Jawabku sambil tersenyum.
“Haha kamu bisa aja sayang. Tidak usah sayang, ya sudah hati-hati ya sayang.” Ucap bunda.
“Iya oke bun.” Jawabku sambil menutup telepon.
Kini saatnya aku pergi ke pusatnya kota Bandung, bertemu dengan pelangganku untuk membicarakan tentang pesanannya yang meminta desain untuk poster di tokonya. Aku pun langsung ke tempat parkir, lalu memacu motorku kesana. Selama di perjalanan, aku hanya terbayang Angel yang mengapa pagi tadi terlihat berbeda dari biasanya.
Perjalanan ini memakan waktu selama 2 jam. Aku sampai di toko pelangganku yang bernama Pak Arif. Dia adalah pengusaha tempe bulat. Lokasi tokonya begitu strategis dan luas. Pelanggannya pun cukup banyak. Ia memintaku untuk membuat poster yang ditempatkan di dalam ruangannya dan sebuah banner untuk di depan tokonya. Aku memikirkan konsep dan ukuran yang tepat agar hasilnya memuaskan. Saking fokusnya aku memikirkan itu, aku sampai lupa waktu, karena waktu ternyata sudah menunjukkan pukul 7 malam. Konsep itu sudah tergambar di otak ku. Aku segera pamit dan keluar tokonya. Hari ini cukup melelahkan bagiku, tapi aku senang karena sekarang aku bisa pulang ke rumah untuk beristirahat. Baru saja aku menaiki motorku, tiba-tiba ponselku berbunyi dan aku lihat ternyata dari mamanya Angel.
“Halo tante, ada apa?” tanyaku heran.
“Fer? Tante di Rumah Sakit Cadu.” Ucap tante.
“Ada apa memangnya tante?” tanyaku panik.
“Angel lagi dirawat, tante cuma ngasih kabar aja ke kamu. Tapi kamu ga usah ke sini, kamu pulang aja. Soalnya sekarang itu waktu buat keluarga kamu.” Ucap Tante.
Tatapanku kosong dan jantungku begitu shock mendengar itu. Aku sudah menduga bahwa Angel begitu berbeda dari hari-hari biasanya. Dan ternyata ia sekarang sedang terbaring di rumah sakit karena terkena serangan jantung. Sebenarnya aku ingin pulang, tapi aku putuskan untuk menemui Angel. Aku langsung memacu motorku sekencang mungkin agar sampai ke rumah sakit dengan cepat. Tapi aku tetap untuk berhati-hati. Karena keselamatan itu penting walaupun dalam keadaan sedarurat apapun. Sebenarnya gampang untuk cepat sampai ke rumah sakit, aku tinggal menabrakan diri, lalu ambulance datang untuk mengantarkanku ke rumah sakit dengan cepat. Tapi itu adalah ide yang konyol dan buruk. Entah kenapa aku berfikir seperti itu, yang jelas fikiranku sedang tidak karuan. Perjalanan yang biasanya ku tempuh selama 2 jam, kali ini sejam saja cukup untuk membawaku sampai tepat di depan Rumah Sakit Cadu.
Motor ini segera ku pakirkan di tempat parkir, lalu aku berlari dengan tergesa-gesa ke ruangan yang sudah diberi tahukan oleh tante tadi. Aku pun sampai dan di sana ada Tante yang sedang melamun. Aku langsung menghampirinya.
“Tante, Angel kenapa?” tanyaku panik.
“Angel terkena serangan jantung Fer. Dia lagi diperiksa dokter di dalam.” Jawab tante.
Aku menangis dan memegang kepalaku. Entah mengapa itu terjadi malam ini. aku teringat bunda. Bunda pasti menungguku pulang. Aku putuskan untuk menelpon bunda.
“Halo bun?” ucapku menelpon bunda
“Iya sayang? Kenapa?” tanya bunda. 
“Bun, kayaknya aku ga pulang deh malam ini. besok malam aku baru pulang bunda.” Ucapku.
“Kenapa memangnya sayang?” tanya bunda heran.
“Angel kena serangan jantung bun. Aku sekarang ada di rumah sakit. Ini lebih penting bunda.” Ucapku.
“Oh gitu sayang. Ya sudah, kamu nanti kabarin bunda lagi ya kalau mau pulang. Padahal bunda sudah masak buat kamu sayang. Hati-hati sayang.” Ucap bunda. Sepertinya ia kecewa aku tidak pulang.
“Iya bun, maafin Fero ya. Soalnya situasinya penting banget bun.” Ucapku.
“Ga kenapa-napa sayang. Jaga diri kamu baik-baik sayang hati-hati kalau mau pulang.” Ucap bunda mengingatkanku.
“Iya bunda, makasih bunda. Bye bunda.” Ucapku.
“Bye sayang.” jawab bunda lembut.
Bunda terdengar kecewa padaku, untuk itu aku berniat untuk membelikan mukena dan kerudung kesukaannya di esok hari. Karena sekarang ini kondisinya lebih penting.
Baru selesai aku menelpon bunda, dokter keluar dari ruangan itu. Aku dan tante menghampirinya.
“Bagaimana kondisi anak saya dok?” tanya tante pada dokter itu dengan panik.
“Kondisi anak ibu baik-baik saja. Sekarang dia membaik. Tadi dia terkena serangan jantung kecil. Tapi tetap waspada karena berpotensi besar terkena serangan jantung yang lebih besar.” Ucap dokter itu menjelaskan.
“Apakah kita boleh masuk ke dalam untuk melihat kondisi dia dok?” tanyaku pada dokter.
“Silahkan, tetapi jangan membuatnya kaget. Karena jantungnya masih rawan. Permisi” jawab dokter sambil meninggalkan kami.
Aku dan tante masuk ke ruangan untuk menemui Angel. Ketika aku melihat ia terbaring, aku seperti akan kehilangannya. Mukanya pucat sekali. Jujur, aku melihatnya begitu sedih.
“Sayang? Kamu baik-baik aja?” tanya tante pada Angel
“Dadaku sakit mam. Tapi aku baik-baik aja kok mam.” Jawab Angel sambil tersenyum. Tetapi senyumannya tertutup oleh muka pucatnya.
Lanjut Angel bertanya padaku. “Kamu kok ga pulang ke rumah sayang?”
“Tadinya aku mau pulang, tapi aku dapat kabar dari tante bahwa kamu kena serangan jantung sayang. Gimana aku bisa pulang kalau kamu kayak gini.” Jawabku sambil tersenyum kepadanya.
“Ga kenapa-napa sayang. Kamu pulang aja, ini waktunya kamu berkumpul sama keluarga kamu. Aku bakal baik-baik aja kok sayang.” Ucap Angel yang terbaring di situ.
Aku diam, lalu Angel melanjutkan, “Sekarang kamu harus pulang ya, kasian orang tua kamu pengen ketemu sama kamu.”
“Iya Fer, gapapa kok Angel sama tante aja. Nanti tante kabarin kamu tentang Angel.” Ucap Tante meyakinkanku sambil tersenyum.
“Yaudah, besok pagi aja aku pulangnya.” Ucapku yang sedih harus meninggalkan Angel dalam kondisinya sedang seperti itu.
“Sekarang aja sayang.” Ucap Angel.
“Ga kenapa-napa kok, aku temenin kamu dulu sampe besok pagi.” Ucapku yang sebenarnya bingung antara pulang sekarang ataupun besok.
Semalaman aku hanya menatap Angel yang terlelap tidur hingga aku berfikir, bagaimana jika aku kembali dari rumah, aku menemukan Angel yang matanya tertutup seperti ini untuk selamanya? Aku hanya menangis dan berusaha untuk terus berfikir yang positif. Ketika aku sedang melamun, tidak terasa aku tertidur disamping Angel.
“Fer? Fer?”
Suara itu membangunkanku dari tidur. Ternyata suara itu datang dari tante. Aku pun terbangun.
“Iya tante? Kenapa?” jawabku. Sementara itu, Angel masih terbaring dan tertidur.
“Kamu pulang gih. Ini udah pagi.” Ucap tante menyuruhku.
“Tapi Angel tante?” jawabku bingung.
“Ga apa-apa. Biar tante yang jaga. Nanti tante kabarin kamu kok.” Ucap Tante meyakinkanku.
“Yaudah aku pulang dulu ya tante.” Ucapku sambil menghampirinya dan mencium tangannya. Lalu aku menghampiri Angel untuk memegang tangan dan menciumnya. Dengan beratnya aku meninggalkan orang yang aku sayang. Sebenarnya aku bisa saja tidak pulang, tapi aku sudah sebulan tidak pulang untuk bertemu dengan orang tuaku. 
Sesuai niatku, aku membeli mukena dan kerudung dulu untuk bunda. Semoga kecewa bunda semalam terbayar oleh pemberian barang olehku. Setelah itu, aku langsung memacu motorku untuk pulang. Kali ini aku mengendarai motor dengan hati-hati. Karena aku sadar bahwa fikiranku sedang tidak karuan. Entah apa yang ada di fikiranku saat ini.
Sudah 3 jam berlalu, aku masih dalam perjalanan. Mungkin 10 menit lagi sampai di rumah. Namun ponselku bergetar menandakan ada pesan masuk. Setelah aku lihat, ternyata pesan dari tante, yaitu mamanya Angel. Hatiku sudah bergetar hanya melihat nama dari pengirim pesan itu. Aku pun membuka pesannya yang berisi:
“Fero? Kamu sudah sampai di rumah? Semoga kamu sampai rumah dengan selamat. Ini tante fer. Tante cuma mau ngasih info, bahwa Angel kondisinya sudah membaik dan akan dibawa pulang. Kamu ga usah khawatir ya, dia bakal sembuh. Selamat beristirahat bareng orang tuamu Fer.”
Aku yang semula bergetar memegang ponsel ini, sekarang sudah bisa tersenyum dan aku merasa senang karena ternyata fikiran negatif itu hanya perasaanku saja. Tapi walaupun begitu, hatiku tetap tidak bisa tenang dan masih dalam keadaan was-was. Mungkin aku sedang kelelahan dan butuh istirahat. Lalu, aku kembali melanjutkan perjalanan pulang. Aku tidak sabar melihat muka bunda yang akan senang ketika aku datang membawakan mukena dan kerudung kesukaannya.
Halaman rumah sudah terlihat di pandanganku, namun ada yang aneh di situ. Entah mengapa rumahku kedatangan banyak tamu. Banyak sekali orang yang berada di situ. Terlihat ramai. Aku pun memarkirkan motor di depan rumah, masih bingung dengan pandangan orang-orang yang mukanya begitu datar dan sedih. Aku langsung masuk ke rumah dan begitu terkejutnya ketika aku melihat pemandangan terburuk sepanjang hidupku. Orang yang telah melahirkanku, yaitu bunda sedang terbujur kaku alias terbaring dengan seluruh tubuh yang tertutup kain. Sementara itu, orang-orang di sekitarnya termasuk adikku sedang menangis dan memandangiku dengan muka yang sedih. Aku tidak kuasa dan langsung berlari menghampiri bunda yang sedang terbaring tanpa nyawa itu.
“Bundaaaaa........!!!!! bangun bunda bangun! Aku membawakan mukena dan kerudung kesukaan bunda, maka dari itu bunda harus bangun dan memelukku” ucapku yang menangis dan tingkahku yang seperti orang gila berbicara dengan orang yang sudah tidak bernyawa.
“Bunda, aku kangen bunda! Bangun bunda.” Ucapku sambil terus memeluknya.
Ayahku dan orang-orang lainnya menghampiriku dan menarikku untuk masuk ke dalam kamar. Aku berontak dan terus melawan, tapi sayangnya mereka terlalu banyak dan membuatku terbawa ke dalam kamar.
“Istighfar Fero, istighfar!” ucap ayah menasehatiku.
“Ayah! Bunda lagi tidur kan ayah? Dia ga kenapa-napa kan ayah? Bangunkan bunda ayah bangunkan dia hahaaa” tanyaku yang sepertinya tidak sadar jiwa.
Orang di samping ayah membacakan ayat-ayat suci Al Qur’an untuk membuatku tersadar dari akal gilaku. Namun, aku tidak langsung begitu saja sembuh. Justru aku malah pinsan dalam situasi seperti itu. Entah berapa lama aku tidak sadarkan diri, lalu ada sesuau  muncul di pandanganku, aku merasa berada ada di alam yang lain. Lalu, ada bunda disitu dan berkata, “Bunda kangen kamu sayang. Tapi sayangnya kamu TERLAMBAT untuk itu.” Setelah itu, bunda menghilang dan pandanganku kembali gelap. Aku terbangun dari pinsanku. Sepertinya lama sekali aku dalam kondisi pinsan. Situasi di rumah tidak seramai tadi. Dan aku teringat bunda. Aku langsung berdiam diri dan menangis merenungkan situasi yang membuatku menyesal dengan keputusanku sendiri. Aku menangis sendirian di kamar. Lalu, ada seseorang yang membuka pintu kamar. Dia adalah Vello, yaitu adikku yang masih SMP.
“Kak?” ucap Adikku
“Kenapa Vel?” Tanyaku.
“Bunda udah ga ada kak.” Ucap vello. Aku hanya diam saja
Lanjut Vello, “Semalem bunda bilang lagi sakit dada dan sesak nafas saat beres masak makanan buat kak fero yang katanya mau pulang, yaudah aku ajak bunda tidur, tapi bunda bilang mau nungguin kak Fero dulu.” Vello menjelaskan hingga membuatku semakin tidak tahan meneteskan air mata terus menerus.
“Karena aku udah ngantuk, yaudah aku tinggal tidur aja. Tapi ketika aku tidur, ada suara gelas pecah dan membuatku kebangun dari tidur. Aku kaget, terus aku jalan pelan-pelan ke ruang tamu. Aku kaget dan takut pas liat bunda sudah terbaring di lantai. Di sana, dia memegang foto kak Fero.” Ucap Vello kembali menjelaskan dan terus membuat dadaku sesak menahan rasa sakit yang berasal dari hati.
“Karena aku tidak berani, aku langsung menelpon Ayah. Ayah sedang bekerja di sip malam. Aku menjelaskan situasi itu. Ayah pun pulang dan langsung mengecek situasi bunda. Ayah menangis, dan aku mengerti ketika Ayah menangis. Tanpa aku tanya mengapa, aku pun menangis.” Kembali ucap Vello menjelaskan secara rinci.
“Cukup!” ucapku membentak.
“Maaf kak, aku cuma menjelaskan.” Jawab Vello.
Lanjut Vello, “Ini kak, aku menemukan surat tepat di atas meja semalem bunda terjatuh. Ada tulisan ‘Buat Kak Fero’. Aku ga berani buka, soalnya ini buat kak Fero.”  Sambil memberikan sepucuk surat kepadaku.
“Aku keluar dulu ya kak.” Ucap Vello sambil berjalan keluar dari kamarku.
Aku tidak menjawab dan hanya melihat surat yang diberikan oleh vello. Dengan ragu-ragu aku memberanikan diri untuk membuka surat itu. Lalu aku pun membaca isi suratnya.
Untuk Fero Sayang,
            Sayang? Kamu sudah pulang? Jika sudah, berarti kamu akan membaca surat ini.
Sayang, bunda rindu sama kamu. Bunda ingin kamu berada di sini. Bunda ingin kamu luangin waktu sama bunda di sini. Tetapi bunda paham kok, kamu sibuk di sana di dunia kamu itu. Bunda paham kamu pengen sukses dan punya niat buat bikin bunda bahagia. Tapi kemarin bunda nanya terus kapan kamu pulang bukan karena bunda rewel. Tapi bunda merasa ada yang tidak enak. Bunda ingin bertemu kamu, memeluk kamu. Bunda rindu sama kamu, tapi kamu tetap saja menjawab bahwa kamu sedang sibuk.
            Sayang? Kalau boleh bunda bilang sih ya, bunda tidak meminta barang darimu, bunda tidak meminta uang darimu. Bunda cuma minta waktu darimu. Waktu yang bakal bunda gunakan untuk bunda habiskan bersama kamu walaupun hanya beberapa saat. Bunda memang bakal senang dan bahagia jika melihat karirmu sukses. Tapi bunda akan lebih bahagia jika melihat kamu ada di sini, bersama bunda walau hanya beberapa saat. Oh ya, jika kamu sudah pulang, bunda sudah buatkan makanan buat kamu.
            Pesan untukmu, jika kamu mendapatkan surat ini bukan dari bunda, berarti kamu sudah tidak akan melihat bunda lagi. Itu juga berarti bunda tidak dapat melihat senyuman kamu yang manis itu. Sempatkanlah pulang walau hanya sebulan sekali, temui keluargamu yang sejak dulu selalu bersamamu. Kemarin mama minta kamu pulang, tapi ternyata kamu bilang bahwa ada situasi yang lebih penting untuk orang yang lebih penting. Dan yang terakhir, PILIHLAH ORANG YANG PENTING DARI YANG TERPENTING.
            Jaga diri kamu baik-baik sayang, bunda selalu berdo’a yang terbaik untukmu.
Dari Bunda”

            Sontak setelah aku membacanya, aku menangis dan terus menangis untuk menyesali keputusanku. Aku lebih mementingkan Angel yang nyawanya masih tertolong di banding bunda yang sekarang nyawanya sudah tidak tertolong dan aku tidak sempat melihat wajah manis nya yang selalu memanjakanku. Aku melamun dan berkata,
“Bunda, aku sudah ada di rumah. Tapi sayangnya TERLAMBAT.”

***SELESAI***



Penulis: Muhamad Fauzian S.
Ig: fauzian.muhamad
Tweet: @fauzianmuhamad6

FB: Fauzian Sebastian

Tuhan, Sampaikan Rinduku Padanya

Tuhan, Sampaikan Rinduku Padanya


            Kamu adalah nama yang selalu ku sebut dalam do’a. Hati ini membutuhkan obat untuk menambal luka yang sedang membara. Aku selalu berdoa agar kita kembali dipertemukan. Aku tahu dan aku sadar, bahwa aku belum bisa memilikimu. Namun, yang aku inginkan adalah BERTEMU. Sungguh, rindu itu adalah kata yang indah. Tapi rasanya sangat menyiksa.
            Aku tidak pernah tau apa arti dari rindu yang sebenarnya. Karena yang ku tahu, rindu itu sangat menyiksa. Tidak ada solusi terbaik untuk mengobati rindu selain bertemu langsung secara tatap muka. Rindu itu tidak bisa dihentikan, karena rindu itu hanya bisa diredakan. Mengapa aku bilang seperti itu? Karena aku sering merasakan ini. Ketika aku bertemu dengannya, aku merasa senang dan hati itu begitu terobati. Tapi satu detik setelah dia menghilang dari pandanganku, rasa rindu yang amat sakit itu kembali menghampiriku.
            Tangan ini selalu ku angkat, kalimat ini selalu aku ucap setiap saat, dan hati ini selalu memaksaku untuk segera menemuimu. Hampa, yang ku rasakan saat ini. Sunyi, yang menemaniku detik ini. RINDU, YANG MENYIKSA KU SETIAP HARI. Fikiran ini melayang tak tau arah. Hati ini mengambang tertimpa oleh dentuman ombak. Dan raga ini mempunyai luka yang begitu perih untuk segera diobati.
            Biasanya ketika aku rindu, aku hanya terbaring di atas ranjang yang begitu empuk. Lalu, aku selalu memikirkannya oleh akal gila ku. Mengapa aku berkata akal gila? Karena jika akal ini begitu sehat, aku akan berfikir lebih lurus untuk menolong hati ini yang amat tersiksa. Jujur, kalau boleh dibilang, akal ini terlalu egois. Ia tidak memikirkan hati yang kondisinya semakin buruk. Tubuh ini dipaksa untuk terbaring dan seakan-akan sedang terpuruk. Padahal, yang menyebabkan ini semakin terpuruk adalah akal yang gila ini. Jika menggunakan akal sehat, rindu itu adalah yang hal yang kecil. Namun kembali, akal gila ini memaksa hati agar hal yang se kecil ini, menjadi besar dan begitu menyiksa.
            Kini, hanya do’a yang bisa aku panjatkan. karena takdir itu sudah diatur oleh Tuhan. Hanya kepada-Nya lah aku meminta. Aku selalu berdoa agar kita segera dipertemukan. Dalam suatu waktu yang sunyi, aku tak sedikitpun mengeluarkan bunyi. Mulut ini seakan terkunci. Karena yang sedang merasakan ini semua adalah hati.


Aku selalu percaya, Tuhan mempunyai rencana yang indah,
            Rindu ini tidak akan berakhir tragis. Karena aku selalu percaya, Tuhan mempunyai rencana yang manis untuk hatiku yang sedikit demi sedikit telah terkikis. Cinta telah mengajarkanku untuk mempelajari rasa rindu. Tapi sampai saat ini, aku tidak pernah mengerti apa itu rasa rindu.
            Aku selalu percaya, Tuhan menyiapkan yang terbaik,
            Rindu ini akan terobati. Rasa yang telah menyiksa dan membuat hatiku tersakiti, akan segera mati. Karena aku yakin, aku akan bertemu dengannya dalam waktu dekat ini. Entah apa yang lebih bahagia dibanding bertemu denganmu secara tatap muka. Karena bagiku, itulah yang paling indah.
            Aku selalu percaya, Tuhan mempunyai cara membuatku bahagia,
            Entah apa yang akan terjadi nanti, yang jelas aku akan segera bahagia dengan apa yang telah di rencanakan oleh-Nya. Entah apa yang orang lain katakan, yang jelas, AKU RINDU.


“Aku akan mengangkat tangan untuk terus berdoa. Karena aku yakin, yang bisa merubah itu adalah DOA. Sementara itu, RINDU ini akan segera terobati dengan waktu yang dekat ini. Yang jelas, AKU RINDU. Dan RINDU itu, akan sampai kepadamu melalui DOA yang telah aku panjatkan.”


Penulis: Muhamad Fauzian S.
Ig: fauzian.muhamad
Tweet: @fauzianmuhamad6
FB: Fauzian Sebastian

STAY WITH ME

STAY WITH ME

            Pagi ini begitu berbeda. Aku merasa ada yang mengganjal dalam hati ini. Rasa sesak mengganggu sejuknya pagi hari yang dihiasi oleh embun dan cerahnya cahaya mentari. Entah kenapa aku merasakan ini, tapi aku tidak memperdulikannya. Aku segera bangkit dari tempat tidurku yang sepertinya memiliki magnet yang begitu tinggi sehingga aku sangat malas sekali meninggalkan tempat ini. Tapi aku harus segera bangun, karena hari ini ada ekstra kulikuler photographer di sekolahanku.

FRIENDSHIT (Episode 1)

FRIENDSHIT
-Episode 1-


“Njirrrrrrrrrrrrrr..........!!!!!!!!” Itulah ekspresi temen-temen gue ketika mereka senang, sedih, marah, kaget, terharu, terpukau, ataupun yang lainnya. Semua hal yang ada dalam hidupnya, pasti diawali oleh kalimat itu. Mungkin kalo mereka nanti dikutuk jadi batu, mereka bakal tetep bilang “Njirr!”.

STORY SEKOLAH PART 1 “MENJADI POPULER”

STORY SEKOLAH PART 1
“MENJADI POPULER”



           
            Terkadang, menjadi seorang yang populer adalah sebuah pilihan bagi setiap murid di sekolah agar dikenal oleh semua kalangan yang berada di lingkungan sekolah. Jika niatnya sudah seperti itu, maka apapun caranya, tetap akan mereka lakukan. Mereka tidak akan melihat sisi negatif dan positifnya. Namun terkadang caranya ada yang kurang tepat.
            Dika, adalah murid dari kelas sebelas. Dia masih dipertimbangkan untuk dimasukan ke dalam kategori siswa atau pun siswi. Tapi sepertinya ia adalah seorang siswa. Itu juga baru perkiraan. Oke segitu saja, karena malas sekali menceritakan tentang Dika. Dika ini adalah orang yang mempunyai ambisi. Yaitu ia ingin sekali populer karena ingin dikenal oleh semua kalangan yang ada di lingkungan sekolahnya.
“Gue adalah orang yang pengen banget jadi populer. Kegantengan gue seharusnya bisa membuat gue jadi populer.”
 Alasannya ia ingin populer itu simpel, ia tidak dikenal oleh orang-orang yang ada di sekolah kecuali teman-teman sekelasnya. Bahkan pernah suatu hari, ia pernah diusir dari kelas, karena teman sekelasnya menyangka bahwa ia bukan berasal dari kelas itu.
“Keluar lu dari kelas ini, di sini hanya boleh ditempati oleh anak-anak kelas ini” ucap Aseng, salah satu teman sekelasnya.
“Enak aja, kan gue murid kelas ini seng.” Jawab Dika
“Hahahahahahah *ketawa jahat. Ngelucu lu? Di kelas ini mana ada makhluk macam elu?”
“Iya juga sih ya? Eh salah. Enak aja lu. Gue kan Dika, murid kelas ini. Lagian kan gue temen sebangku elu seng.”
“Oh? Iyaya.”                                   
Seperti itulah, saking tidak populernya, ia tidak diperhitungkan lagi oleh teman sekelasnya.
Dika selalu kesal dengan situasinya. Berbeda dengan Zean, kakak kelas dari Dika. Berkat prestasinya, Zean adalah orang yang dikenal oleh semua kalangan yang ada di lingkungan sekolah. Pernah saat itu, Zean akan mengambil kartu peserta ujian, namun antrian sangat panjang dan rebut-rebutan. Ketika ia datang dan bilang.
“Hai permisi.” Ucap Zean.
“Ohhh Zeannnnnnnn.” jawab teman-teman yang ada di situ  dengan tatapan yang terkagum-kagum dan mengalihkan pandangannya ke Zean.
“Sorry ya temen- temen, gue boleh duluan ga? Gue lagi buru-buru nih.”
“Oh iya boleh-boleh, silahkan Zean.”
“Iya makasih ya temen-temen”
Hal itu membuat Dika menjadi iri dan ingin menjadi seperti dia. Ia mencoba cara-cara yang seperti itu. Ketika Zean sudah keluar dari tempat antri, giliran ia yang masuk dan mulai berlagak seperti yang Zean lakukan tadi.
“Hai Per...” belum selesai dia ngomong, mukanya di acak-acak oleh orang yang ada di dalam.
“Sorry, gue boleh e..... i.. gu...” dia tidak bisa berbicara karena mukanya terus diacak-acak oleh orang yang ada disana. Sampai-sampai dia keluar dari ruangan itu dan merenung.
Semenjak itu, ia memutuskan untuk menjadi populer. Segala konsep ia fikirkan untuk mencari cara untuk populer. Lalu, ia mengajak temannya yang bernama Adit. Adit adalah teman sekelasnya. Ia cowok yang lugu dan pendiam. Ia pun sama-sama tidak dikenal oleh warga sekolah. Bahkan yang lebih parahnya lagi, mereka tidak dikenal sama sekali oleh guru dan kepala sekolahnya. Pernah suatu waktu Dika dan Adit sedang berjalan dan berbincang-bincang di lorong sekolah.
“Dit, lu tau ga..”  belum selesai Dika berbicara, Adit sudah memotongnya.
Ga tau lah.”
“Gue belum beres ngomong Dit.”
“Yaudah lanjut”
“Dit, kita itu ga populer.”
“Terus?”
“Kalo kita ga populer, kita ga akan pernah diperlakuin dengan baik kayak kak Zean.”
Buktinya apa kalo kita ga di perlakuin dengan baik?”
“Nih ya, gada yang kenal sama kita. Bahkan, guru dan kepala sekolah aja ga kenal sama kita.”
Masa sih?”
Lalu, kepala sekolah lewat di depan mereka. Mereka pun menyapanya.
“Hai pak, bu” ucap Dika dan Adit.
Guru dan kepala sekolah lewat begitu saja. Lalu mereka berbisik.
“Siapa mereka?” tanya bu guru.
Gatau. Mereka bukan anak sekolah sini.” Jawab pak kepala sekolah.
Seperti itulah momen yang menjengkelkan bagi Dika dan Adit. Mereka tidak dikenal oleh orang-orang di lingkungan sekolah termasuk guru dan kepala sekolah. Karena itu, mereka mulai menyusun strategi nya. Tempat rahasia mereka untuk menyusun strateginya berada di kantin sekolah.
“Dit, gimana ya kita bisa populer kaya kak Zean.” Tanya Dika.
“Gampang Dik, kita ikutin aja cara kak Zean.” Jawab Adit.
“Lu gila Dit? Kak Zean populer karena prestasi. Lah kita? Prestasi dari mana? Maen kelereng aja kalah.”
“Eh? Iyaya bener juga lu.”
“Kayaknya kita keren Dit kalo ikutan ekskul, terus kita bikin heboh disana. Pasti kita bakal populer.”
“Eh? Iyaya bener juga lu.”
“Dari tadi lu bilang gitu lagi, gitu lagi.”
“Iya gue setuju. Kapan kita mulai?”
“Oke, besok kita harus masuk salah satu ekskul di sekolah ini!”
Yeahh, Deal!”
Itu ide pertama yang muncul dari kepala mereka. Mereka akan mengikuti salah satu ekskul yang ada di sekolah. Lalu setelah masuk, mereka akan menghebohkan ekskul itu hingga menjadi populer dan terkenal.
Kicauan burung menghiasi indahnya pagi dan sinar mentari menyinari suasana pagi hari. Dika, kembali bersemangat sekolah karena hari ini ada satu misi yang akan dilakukannya bersama Adit. Misinya yaitu masuk di salah satu ekskul yang tersedia di sekolah. Bukanlah hal yang mudah, karena memilih ekskul itu harus sesuai dengan keinginan.
Sesampai di sekolah, mereka langsung ke kantor. Meminta daftar ekskul di sekolah. Dengan tersenyum lebay, Dika berkata.
“Saatnya kita beraksi!”                  
Ekskul pertama yang mereka datangi adalah Tae Kwon do.
“Ngapain sih kita milih Tae Kwon Do Dik?” Tanya Adit
Karena kita bisa heboh disini. Kalo kita udah bisa Tae Kwon Do, kita tiap jalan bawa genteng, terus kita pecah-pecahin dah pake kepala. Nanti semua orang pada ngeliatin dan mereka bakal mengenal kita.” ucap Dika.
“Eh? Iyaya bener juga lu.”
Lu dari kemarin bilang gitu terus. Gue pecahin nih kepala lu.”
“Eh ampun dik.”
Mereka langsung menghampiri ruang Tae Kwon Do.
“Jadi kalian mau ikut ekskul kami?” tanya ketua ekskul tersebut.
Iya kak bener, ini ekskul Tae Kwon Do kan?” tanya Adit
“Itu dulu. Sekarang kita itu ekskul Dancing Tae Kwon Do.”
Dika dan Adit saling tatap dengan memasang muka yang sangat heran. Lalu ketika ia melihat ke dalam ruangan, memang benar. Semuanya sedang berdansa dengan lagu dangdut.
“Gimana? Kalian mau ikut?”
“?????” Mereka berdua pun keluar, dan tidak jadi ikut ekskul tersebut.
Mereka mencoret nama Tae Kwon Do dari daftar tersebut dan memilih ekskul lain. Yaitu PMR.
“Oh jadi kalian mau ikut PMR?
“Ya, betul sekali. Tapi maaf sebelumnya nih.”
“Kenapa?”
Ini ekskul ga berubah kan? Masih tetep PMR Palang Merah Remaja?”
“Yaiyalah, dari jaman Fir’aun dagang kerupuk juga PMR mah itu.”
“Yaudah, oke kita ikut. Kita masuk anggota mana?”
“Kalian akan ditempatkan di anggota korban bencana alam. Jadi kerjaan kalian sebagai korban bencana alam. Gimana?”
“?????” Kembali, mereka menolaknya.
Akhirnya mereka kembali mencoret satu ekskul, yaitu PMR. Yang terakhir, adalah ekskul English Club. Kali ini Dika yakin akan berhasil.
“Yakin lu Dik? Tanya Adit.
Yakin banget gue. Kalo kita udah bisa bahasa Inggris, kita tiap hari pake bahasa Inggris dan orang akan kagum ama kita. Gimana?”
“Eh? Iyaya bener juga lu.”
“Sekali lagi lu bilang gitu, gue pecahin kepala lu.”
Mereka akhirnya menuju tempat atau ruangan English Club.
“Jadi, kalian tahu kita adalah ekskul apa?
Ya tau lah. Ekskul English Club kan? Bahasa Inggris?”
“Itu dulu. Sekarang, kita ekskul bahasa burung”
“????” Dika dan Adit heran.
“Kurrrrrrrr kurrrrrr kurrrrrrrrrrrr” ucap ketua ekskul ke anggotanya
“Kwakkkk kwakkk kwakk kwakk” jawab anggotanya”
Sementara anggota lainnya mengacungkan telunjuk tangannya dan menutupnya lagi. Berulang kali.
Sorry, sorry itu bahasa apaan kayak gitu?” Tanya Adit.
Ini bahasa burung.” Jawab anggotanya
“? Burung apaan kok kayak gitu”
“Burung gue”
“????” Adit dan Dika saling tatap dan kali ini tepok jidat.
Mereka membuang kertas daftar ekskul nya dan pergi ke kantin untuk kembali membahas tentang popularitas.
“Ekskul-ekskul itu ga cocok Dik buat kita.” Ucap Adit.
Udah tau Dit, lu gausah ngomong.” Jawab Dika.
“Ya siapa tau lu wawasan lu kurang.”
“Ah udah deh gausah nambah pusing.”
“Kan ide dari elu gagal. Nah sekarang giliran gue yang ngasih ide.”
“Emang lu punya ide?”
“Ya punya lah. Emangnya gue idiot apa.”
“Apa ide dari lo?”
“Kan kita pengen populer kaya kak Zean. Kenapa kita ga deketin dia aja. Kita gabung sama dia, kan nanti orang-orang juga bakal mandang kita. Nah pas orang-orang udah kenal sama kita, kita pisah aja dari kak Zean, kita ngetop sendiri.”
“Lumayan juga ide lo. Oke gue setuju.”
“Oke besok kita beraksi!”
Ide itu datang dari otak Adit. Sepertinya ia mulai menikmati masa proses menuju popularitasnya. Mereka lalu pulang untuk memulihkan energi yang akan digunakan di esok hari.
Kembali, pagi ini datang dengan indahnya. Seperti biasa, semangat selalu hadir menghampiri Dika dan Adit. Mereka kembali bersekolah dengan ambisi ingin terkenal dengan popularitasnya.
 Mereka bertemu di sebuah lorong sekolah. Dan saling menegur sapa.
“Gimana? Udah siap?” Ucap Adit.
“Oke. Let’s do it.” Balas Dika.
Mereka berencana untuk bergabung dengan Zean. Niatnya hanya ingin terlihat oleh orang-orang dan dikenal seperti Zean. Kelas Zean berada di lantai yang paling bawah.
Sementara kelas mereka ada di lantai 3. bel istirahat pun menyala. Itu artinya Zean akan keluar tepat ada di depan kelasnya. Ini adalah kesempatan bagi mereka untuk mendekati Zean. Mereka pun berjalan ke lantai yang paling bawah tepatnya di depan kelas dari Zean. Lalu mereka menghampiri Zean.
“Hai kak Zean.”  Ucap Adit.
“Eh? Hai.” Jawab Zean.
“Apa kabar kak Zean?” tanya Dika.
Baik. Em sorry sorry, kalian berdua anak baru ya? Pindahan dari sekolah mana?
“Hah???” mereka berdua kembali bingung.
Lanjut Dika “Eh engga kak, kita anak kelas sebelas kak.”
“Masa sih? Perasaan gue baru liat.”
“Beneran kak. Mungkin kaka belum liat.”
“Yaudah deh terserah. Oh ya kalian mau ngapain kesini?”
“Kita mau gabung kaka boleh? Kita pengen pinter kayak kaka.”
“Oh jadi gitu. Dengan senang hati gue akan menerima kalian. Itu berarti kalian akan  menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kalian. Hidup kita tidak boleh ada kesenjangan sosial. Karena sekarang banyak orang yang terlalu bersikap otoriter kepada sesama. Kita harus sering baca buku untuk membuka esensi-esensi yang ada di dalamnya. Karena menurut gua, pertemanan yang terminologis adalah pertemanan yang tidak hanya mentransformasikan apa yang kita butuhkan saja. Tapi pertemanan itu harus terstruktur secara konstruktif. Yang tidak hanya bermain, tetapi bisa melakukan sesuatu secara eksplisit. Are you understand?”
“??????????” mereka bingung dan pusing dengan apa yang dikatakan oleh Zean.
“Hellooo? Kalian jadi gabung sama gue ga?”
“Hah? Em iya katanya nih Adit mau gabung dengan kak Zean.” Ucap Dika.
“Iya betul, ehhh enak aja bukan kak. Katanya Dika mau gabung sama kaka.” Jawab Adit.
“Tunggu-tunggu. Jadinya kalian mau gimana? Apa kalian kurang jelas? Mau saya lanjut omongannya.”
“Eh gausah kak. Mendingan gini aja, kak Zean gabung sama kak Zean aja ya. Gue kebelet kak mau pipis.” Ucap Adit lalu lari.
Elu ga kebelet juga?” tanya Zean.
“Emmm engga deh. Kayaknya gue laper, mau pipis dulu kak. Bye kak” jawab Dika dan langsung lari.”
Mereka niat gabung dengan Zean, hanya untuk popularitas. Bukan untuk belajar. Mereka pun pergi ke tempat rahasianya, yaitu di kantin. Sebenarnya tempat itu bukan tempat rahasia. Karena kantin itu tempat yang sudah diketahui oleh seluruh warga sekolah. Mereka kembali membahas tentang kepopulerannya yang selalu gagal.
“Kita kayak nya gagal Dik” ucap Adit.
“Bukan kayak nya lagi, tapi memang gagal dodol.” Jawab Dika.
“Iya Dik padahal kita niat gabung sama dia cuma pengen terkenal doang. Eh dia malah ngomong panjang kali lebar kali tinggi. Males dah gue kalo belajar terus kayak gitu.”
“Iya Dit. Gue aja dengernya kayak ngedenger orang lagi ngomong di acara seminar motivasi gitu.”
“Iya Dik. Lu punya ide lagi ga buat kita populer.”
“Gatau Dit. Gue udah pusing mikirinnya. Kira-kira gimana ya biar kita bisa populer dan dikenal kaya kak Zean.”
Tiba-tiba ada yang menjawab.
“GUE TAU CARANYA”
Mereka berdua terkejut dengan jawaban itu, dan ketika melihat siapa yang berbicara, ternyata kak Zean lah yang menjawabnya. Rupanya, kak Zean mendengar semua yang mereka bicarakan tadi.
“Ahhh kak Zeannnn?” ucap mereka berdua.
“Oh jadi kalian pengen populer kayak gue. Terus kalian gabung sama gue cuma pengen terkenal?” Tanya Zean.
“Ehh engga kak engga. Kita.........” belum selesai mereka ngomong, Zean sudah memotongnya.
Yaelahhhh udah deh gue tau. Gini nih dengerin gue ya.” Ucap Zean menenangkannya.
Lanjut Zean
Asal kalian tau, gue ga pernah punya niat buat jadi populer. Gue hanya menjalani hidup gue segimana arahnya. Tidak ada niat menjadi populer di setiap kegiatan gue. Gue cuma mencoba jadi yang terbaik. Gue ga peduli apa yang orang lain katakan, inilah hidup gue.”
Mereka berdua terdiam ketika mendengar apa kata Zean. Lalu Zean melanjutkan pembicaraannya.
“Terus gue kasih pesan buat kalian. Selama kalian punya niat mengejar prestasi, maka kalian akan mendapatkan prestise nya. Tapi jika kalian sudah punya niat untuk mengejar prestise nya. Maka kalian tidak akan mendapatkan prestasi. Jika kalian ingin menjadi populer, jadilah diri kalian sendiri. Jangan jadi orang lain.”
Setelah itu, Zean menepuk bahu mereka dan meninggalkannya. Mereka mikir, dan sepertinya mereka termotivasi terhadap itu. Mereka sekarang tau, untuk menjadi populer itu harus seperti apa.
Semenjak saat itu, mereka tidak pernah mempunyai niat untuk menjadi terkenal jika melakukan kegiatan apapun. Yang mereka tau, mereka hanya melakukan yang terbaik. Tidak peduli dengan yang orang lain katakan tentang hidup mereka.
Akhirnya, Dika dan Adit mempunyai profesi masing-masing di sekolahnya. Sedikit demi sedikit, mereka mulai dikenal oleh warga sekolah.

***

“Terkadang kita terlalu berambisi untuk menjadi orang lain. Padahal yang terbaik dari yang terbaik adalah menjadi diri sendiri. Jangan pernah dengarkan orang yang berkata negatif tentang hidup kita. Jangan dengarkan dan jangan pula membalas. Biarkan saja mereka berkicau seperti burung. Lalu suatu saat, kita bungkam kritik mereka dengan fakta.”

Penulis: Muhamad Fauzian
Ig: fauzian.muhamad
FB: Fauzian Sebastiam

Tweet: @fauziamuhamad6