STORY SEKOLAH PART 1
“MENJADI POPULER”
Terkadang, menjadi seorang yang
populer adalah sebuah pilihan bagi setiap murid di sekolah agar dikenal oleh
semua kalangan yang berada di lingkungan sekolah. Jika niatnya sudah seperti
itu, maka apapun caranya, tetap akan mereka lakukan. Mereka tidak akan melihat
sisi negatif dan positifnya. Namun terkadang caranya ada yang kurang tepat.
Dika, adalah murid dari kelas
sebelas. Dia masih dipertimbangkan untuk dimasukan ke dalam kategori siswa atau
pun siswi. Tapi sepertinya ia adalah seorang siswa. Itu juga baru perkiraan.
Oke segitu saja, karena malas sekali menceritakan tentang Dika. Dika ini adalah
orang yang mempunyai ambisi. Yaitu ia ingin sekali populer karena ingin dikenal
oleh semua kalangan yang ada di lingkungan sekolahnya.
“Gue adalah orang yang pengen banget jadi populer.
Kegantengan gue seharusnya bisa membuat gue jadi populer.”
Alasannya ia ingin
populer itu simpel, ia tidak dikenal oleh orang-orang yang ada di sekolah
kecuali teman-teman sekelasnya. Bahkan pernah suatu hari, ia pernah diusir dari
kelas, karena teman sekelasnya menyangka bahwa ia bukan berasal dari kelas itu.
“Keluar lu dari kelas ini, di sini hanya boleh
ditempati oleh anak-anak kelas ini” ucap Aseng, salah satu teman sekelasnya.
“Enak aja, kan gue
murid kelas ini seng.” Jawab Dika
“Hahahahahahah *ketawa jahat. Ngelucu lu? Di kelas ini
mana ada makhluk macam elu?”
“Iya juga sih ya?
Eh salah. Enak aja lu. Gue kan Dika, murid kelas ini. Lagian kan gue temen
sebangku elu seng.”
“Oh? Iyaya.”
Seperti itulah, saking tidak populernya, ia tidak diperhitungkan
lagi oleh teman sekelasnya.
Dika selalu kesal dengan situasinya. Berbeda dengan
Zean, kakak kelas dari Dika. Berkat prestasinya, Zean adalah orang yang dikenal
oleh semua kalangan yang ada di lingkungan sekolah. Pernah saat itu, Zean akan
mengambil kartu peserta ujian, namun antrian sangat panjang dan rebut-rebutan.
Ketika ia datang dan bilang.
“Hai permisi.” Ucap Zean.
“Ohhh Zeannnnnnnn.”
jawab teman-teman yang ada di situ dengan tatapan yang terkagum-kagum dan
mengalihkan pandangannya ke Zean.
“Sorry ya temen- temen, gue boleh duluan ga? Gue lagi
buru-buru nih.”
“Oh iya
boleh-boleh, silahkan Zean.”
“Iya makasih ya temen-temen”
Hal itu membuat Dika menjadi iri dan ingin menjadi
seperti dia. Ia mencoba cara-cara yang seperti itu. Ketika Zean sudah keluar
dari tempat antri, giliran ia yang masuk dan mulai berlagak seperti yang Zean
lakukan tadi.
“Hai Per...” belum selesai dia ngomong, mukanya di
acak-acak oleh orang yang ada di dalam.
“Sorry, gue boleh e..... i.. gu...” dia tidak bisa
berbicara karena mukanya terus diacak-acak oleh orang yang ada disana. Sampai-sampai
dia keluar dari ruangan itu dan merenung.
Semenjak itu, ia memutuskan untuk menjadi populer.
Segala konsep ia fikirkan untuk mencari cara untuk populer. Lalu, ia mengajak
temannya yang bernama Adit. Adit adalah teman sekelasnya. Ia cowok yang lugu
dan pendiam. Ia pun sama-sama tidak dikenal oleh warga sekolah. Bahkan yang
lebih parahnya lagi, mereka tidak dikenal sama sekali oleh guru dan kepala
sekolahnya. Pernah suatu waktu Dika dan Adit sedang berjalan dan
berbincang-bincang di lorong sekolah.
“Dit, lu tau ga..”
belum selesai Dika berbicara, Adit sudah memotongnya.
“Ga tau lah.”
“Gue belum beres ngomong Dit.”
“Yaudah lanjut”
“Dit, kita itu ga populer.”
“Terus?”
“Kalo kita ga populer, kita ga akan pernah diperlakuin
dengan baik kayak kak Zean.”
“Buktinya apa
kalo kita ga di perlakuin dengan baik?”
“Nih ya, gada yang kenal sama kita. Bahkan, guru dan
kepala sekolah aja ga kenal sama kita.”
“Masa sih?”
Lalu, kepala sekolah lewat di depan mereka. Mereka pun
menyapanya.
“Hai pak, bu” ucap Dika dan Adit.
Guru dan kepala sekolah lewat begitu saja. Lalu mereka
berbisik.
“Siapa mereka?” tanya bu guru.
“Gatau. Mereka
bukan anak sekolah sini.” Jawab pak kepala sekolah.
Seperti itulah momen yang menjengkelkan bagi Dika dan
Adit. Mereka tidak dikenal oleh orang-orang di lingkungan sekolah termasuk guru
dan kepala sekolah. Karena itu, mereka mulai menyusun strategi nya. Tempat
rahasia mereka untuk menyusun strateginya berada di kantin sekolah.
“Dit, gimana ya kita bisa populer kaya kak Zean.”
Tanya Dika.
“Gampang Dik, kita
ikutin aja cara kak Zean.” Jawab Adit.
“Lu gila Dit? Kak Zean populer karena prestasi. Lah
kita? Prestasi dari mana? Maen kelereng aja kalah.”
“Eh? Iyaya bener
juga lu.”
“Kayaknya kita keren Dit kalo ikutan ekskul, terus
kita bikin heboh disana. Pasti kita bakal populer.”
“Eh? Iyaya bener
juga lu.”
“Dari tadi lu bilang gitu lagi, gitu lagi.”
“Iya gue setuju. Kapan kita mulai?”
“Oke, besok kita harus masuk salah satu ekskul di
sekolah ini!”
“Yeahh, Deal!”
Itu ide pertama yang muncul dari kepala mereka. Mereka
akan mengikuti salah satu ekskul yang ada di sekolah. Lalu setelah masuk,
mereka akan menghebohkan ekskul itu hingga menjadi populer dan terkenal.
Kicauan burung menghiasi indahnya pagi dan sinar
mentari menyinari suasana pagi hari. Dika, kembali bersemangat sekolah karena
hari ini ada satu misi yang akan dilakukannya bersama Adit. Misinya yaitu masuk
di salah satu ekskul yang tersedia di sekolah. Bukanlah hal yang mudah, karena
memilih ekskul itu harus sesuai dengan keinginan.
Sesampai di sekolah, mereka langsung ke kantor.
Meminta daftar ekskul di sekolah. Dengan tersenyum lebay, Dika berkata.
“Saatnya kita
beraksi!”
Ekskul pertama yang mereka datangi adalah Tae Kwon do.
“Ngapain sih kita milih Tae Kwon Do Dik?” Tanya Adit
“Karena kita
bisa heboh disini. Kalo kita udah bisa Tae Kwon Do, kita tiap jalan bawa
genteng, terus kita pecah-pecahin dah pake kepala. Nanti semua orang pada
ngeliatin dan mereka bakal mengenal kita.” ucap Dika.
“Eh? Iyaya bener juga lu.”
“Lu dari kemarin
bilang gitu terus. Gue pecahin nih kepala lu.”
“Eh ampun dik.”
Mereka langsung menghampiri ruang Tae Kwon Do.
“Jadi kalian mau ikut ekskul kami?” tanya ketua ekskul
tersebut.
“Iya kak bener,
ini ekskul Tae Kwon Do kan?” tanya Adit
“Itu dulu. Sekarang kita itu ekskul Dancing Tae Kwon
Do.”
Dika dan Adit saling tatap dengan memasang muka yang
sangat heran. Lalu ketika ia melihat ke dalam ruangan, memang benar. Semuanya
sedang berdansa dengan lagu dangdut.
“Gimana? Kalian mau ikut?”
“?????” Mereka berdua pun keluar, dan tidak jadi ikut
ekskul tersebut.
Mereka mencoret nama Tae Kwon Do dari daftar tersebut
dan memilih ekskul lain. Yaitu PMR.
“Oh jadi kalian mau ikut PMR?
“Ya, betul sekali.
Tapi maaf sebelumnya nih.”
“Kenapa?”
“Ini ekskul ga
berubah kan? Masih tetep PMR Palang Merah Remaja?”
“Yaiyalah, dari jaman Fir’aun dagang kerupuk juga PMR
mah itu.”
“Yaudah, oke kita
ikut. Kita masuk anggota mana?”
“Kalian akan ditempatkan di anggota korban bencana
alam. Jadi kerjaan kalian sebagai korban bencana alam. Gimana?”
“?????” Kembali, mereka menolaknya.
Akhirnya mereka kembali mencoret satu ekskul, yaitu
PMR. Yang terakhir, adalah ekskul English Club. Kali ini Dika yakin akan
berhasil.
“Yakin lu Dik? Tanya Adit.
“Yakin banget
gue. Kalo kita udah bisa bahasa Inggris, kita tiap hari pake bahasa Inggris dan
orang akan kagum ama kita. Gimana?”
“Eh? Iyaya bener juga lu.”
“Sekali lagi lu
bilang gitu, gue pecahin kepala lu.”
Mereka akhirnya menuju tempat atau ruangan English Club.
“Jadi, kalian tahu kita adalah ekskul apa?
“Ya tau lah.
Ekskul English Club kan? Bahasa Inggris?”
“Itu dulu. Sekarang, kita ekskul bahasa burung”
“????” Dika dan Adit heran.
“Kurrrrrrrr kurrrrrr kurrrrrrrrrrrr” ucap ketua ekskul
ke anggotanya
“Kwakkkk kwakkk kwakk kwakk” jawab anggotanya”
Sementara anggota lainnya mengacungkan telunjuk
tangannya dan menutupnya lagi. Berulang kali.
“Sorry, sorry
itu bahasa apaan kayak gitu?” Tanya Adit.
“Ini bahasa burung.” Jawab anggotanya
“? Burung apaan
kok kayak gitu”
“Burung gue”
“????” Adit dan Dika saling tatap dan kali ini tepok jidat.
Mereka membuang kertas daftar ekskul nya dan pergi ke
kantin untuk kembali membahas tentang popularitas.
“Ekskul-ekskul itu ga cocok Dik buat kita.” Ucap Adit.
“Udah tau Dit,
lu gausah ngomong.” Jawab Dika.
“Ya siapa tau lu wawasan lu kurang.”
“Ah udah deh
gausah nambah pusing.”
“Kan ide dari elu gagal. Nah sekarang giliran gue yang
ngasih ide.”
“Emang lu punya
ide?”
“Ya punya lah. Emangnya gue idiot apa.”
“Apa ide dari lo?”
“Kan kita pengen populer kaya kak Zean. Kenapa kita ga
deketin dia aja. Kita gabung sama dia, kan nanti orang-orang juga bakal mandang
kita. Nah pas orang-orang udah kenal sama kita, kita pisah aja dari kak Zean,
kita ngetop sendiri.”
“Lumayan juga ide
lo. Oke gue setuju.”
“Oke besok kita beraksi!”
Ide itu datang dari otak Adit. Sepertinya ia mulai
menikmati masa proses menuju popularitasnya. Mereka lalu pulang untuk
memulihkan energi yang akan digunakan di esok hari.
Kembali, pagi ini datang dengan indahnya. Seperti
biasa, semangat selalu hadir menghampiri Dika dan Adit. Mereka kembali bersekolah
dengan ambisi ingin terkenal dengan popularitasnya.
Mereka bertemu
di sebuah lorong sekolah. Dan saling menegur sapa.
“Gimana? Udah siap?” Ucap Adit.
“Oke. Let’s do
it.” Balas Dika.
Mereka berencana untuk bergabung dengan Zean. Niatnya
hanya ingin terlihat oleh orang-orang dan dikenal seperti Zean. Kelas Zean
berada di lantai yang paling bawah.
Sementara kelas mereka ada di lantai 3. bel istirahat
pun menyala. Itu artinya Zean akan keluar tepat ada di depan kelasnya. Ini
adalah kesempatan bagi mereka untuk mendekati Zean. Mereka pun berjalan ke
lantai yang paling bawah tepatnya di depan kelas dari Zean. Lalu mereka
menghampiri Zean.
“Hai kak Zean.”
Ucap Adit.
“Eh? Hai.” Jawab Zean.
“Apa kabar kak Zean?” tanya Dika.
“Baik. Em sorry
sorry, kalian berdua anak baru ya? Pindahan dari sekolah mana?
“Hah???” mereka berdua kembali bingung.
Lanjut Dika “Eh engga kak, kita anak kelas sebelas
kak.”
“Masa sih?
Perasaan gue baru liat.”
“Beneran kak. Mungkin kaka belum liat.”
“Yaudah deh
terserah. Oh ya kalian mau ngapain kesini?”
“Kita mau gabung kaka boleh? Kita pengen pinter kayak
kaka.”
“Oh jadi gitu.
Dengan senang hati gue akan menerima kalian. Itu berarti kalian akan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kalian.
Hidup kita tidak boleh ada kesenjangan sosial. Karena sekarang banyak orang
yang terlalu bersikap otoriter kepada sesama. Kita harus sering baca buku untuk
membuka esensi-esensi yang ada di dalamnya. Karena menurut gua, pertemanan yang
terminologis adalah pertemanan yang tidak hanya mentransformasikan apa yang
kita butuhkan saja. Tapi pertemanan itu harus terstruktur secara konstruktif.
Yang tidak hanya bermain, tetapi bisa melakukan sesuatu secara eksplisit. Are
you understand?”
“??????????” mereka bingung dan pusing dengan apa yang
dikatakan oleh Zean.
“Hellooo? Kalian
jadi gabung sama gue ga?”
“Hah? Em iya katanya nih Adit mau gabung dengan kak
Zean.” Ucap Dika.
“Iya betul, ehhh enak aja bukan kak. Katanya Dika mau
gabung sama kaka.” Jawab Adit.
“Tunggu-tunggu.
Jadinya kalian mau gimana? Apa kalian kurang jelas? Mau saya lanjut
omongannya.”
“Eh gausah kak. Mendingan gini aja, kak Zean gabung
sama kak Zean aja ya. Gue kebelet kak mau pipis.” Ucap Adit lalu lari.
“Elu ga kebelet
juga?” tanya Zean.
“Emmm engga deh. Kayaknya gue laper, mau pipis dulu
kak. Bye kak” jawab Dika dan langsung lari.”
Mereka niat gabung dengan Zean, hanya untuk popularitas.
Bukan untuk belajar. Mereka pun pergi ke tempat rahasianya, yaitu di kantin. Sebenarnya
tempat itu bukan tempat rahasia. Karena kantin itu tempat yang sudah diketahui
oleh seluruh warga sekolah. Mereka kembali membahas tentang kepopulerannya yang
selalu gagal.
“Kita kayak nya gagal Dik” ucap Adit.
“Bukan kayak nya
lagi, tapi memang gagal dodol.” Jawab
Dika.
“Iya Dik padahal kita niat gabung sama dia cuma pengen
terkenal doang. Eh dia malah ngomong panjang kali lebar kali tinggi. Males dah
gue kalo belajar terus kayak gitu.”
“Iya Dit. Gue aja
dengernya kayak ngedenger orang lagi ngomong di acara seminar motivasi gitu.”
“Iya Dik. Lu punya ide lagi ga buat kita populer.”
“Gatau Dit. Gue udah
pusing mikirinnya. Kira-kira gimana ya biar kita bisa populer dan dikenal kaya
kak Zean.”
Tiba-tiba ada yang menjawab.
“GUE TAU CARANYA”
Mereka berdua terkejut dengan jawaban itu, dan ketika
melihat siapa yang berbicara, ternyata kak Zean lah yang menjawabnya. Rupanya, kak
Zean mendengar semua yang mereka bicarakan tadi.
“Ahhh kak Zeannnn?” ucap mereka berdua.
“Oh jadi kalian
pengen populer kayak gue. Terus kalian gabung sama gue cuma pengen terkenal?” Tanya Zean.
“Ehh engga kak engga. Kita.........” belum selesai
mereka ngomong, Zean sudah memotongnya.
“Yaelahhhh udah
deh gue tau. Gini nih dengerin gue ya.” Ucap Zean menenangkannya.
Lanjut Zean
“Asal kalian
tau, gue ga pernah punya niat buat jadi populer. Gue hanya menjalani hidup gue segimana
arahnya. Tidak ada niat menjadi populer di setiap kegiatan gue. Gue cuma
mencoba jadi yang terbaik. Gue ga peduli apa yang orang lain katakan, inilah
hidup gue.”
Mereka berdua terdiam ketika mendengar apa kata Zean.
Lalu Zean melanjutkan pembicaraannya.
“Terus gue kasih
pesan buat kalian. Selama kalian punya niat mengejar prestasi, maka kalian akan
mendapatkan prestise nya. Tapi jika kalian sudah punya niat untuk mengejar
prestise nya. Maka kalian tidak akan mendapatkan prestasi. Jika kalian ingin
menjadi populer, jadilah diri kalian sendiri. Jangan jadi orang lain.”
Setelah itu, Zean menepuk bahu mereka dan
meninggalkannya. Mereka mikir, dan sepertinya mereka termotivasi terhadap itu. Mereka
sekarang tau, untuk menjadi populer itu harus seperti apa.
Semenjak saat itu, mereka tidak pernah mempunyai niat
untuk menjadi terkenal jika melakukan kegiatan apapun. Yang mereka tau, mereka
hanya melakukan yang terbaik. Tidak peduli dengan yang orang lain katakan
tentang hidup mereka.
Akhirnya, Dika dan Adit mempunyai profesi
masing-masing di sekolahnya. Sedikit demi sedikit, mereka mulai dikenal oleh
warga sekolah.
***
“Terkadang kita
terlalu berambisi untuk menjadi orang lain. Padahal yang terbaik dari yang
terbaik adalah menjadi diri sendiri. Jangan pernah dengarkan orang yang berkata
negatif tentang hidup kita. Jangan dengarkan dan jangan pula membalas. Biarkan saja
mereka berkicau seperti burung. Lalu suatu saat, kita bungkam kritik mereka
dengan fakta.”
Penulis: Muhamad Fauzian
Ig: fauzian.muhamad
FB: Fauzian Sebastiam
Tweet: @fauziamuhamad6