TERLAMBAT

TERLAMBAT
(Pilihlah orang yang penting dari yang terpenting)


            Ayam berkokok dengan merdunya, suhu terasa dingin menusuk jiwa. Aku segera mengakhiri adegan yang hanya berupa bayangan ini, yaitu mimpi dalam tidur. Waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi, itu berarti aku harus segera bangun dari tidurku yang sedang merasakan mimpi yang tidak aku ingat sejak malam tadi. Aku mempunyai feeling yang bagus untuk hari ini. Karena entah dari mana semangat itu datang menghampiriku sejak aku membuka mataku tadi.
            Aku adalah seorang laki-laki bernama Alfero, biasa dipanggil Fero. Aku berumur 21 tahun. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Aku mempunyai adik laki-laki yang masih SMP, namanya Vello. Kata orang-orang, aku mempunyai tubuh yang ideal dan wajah yang tampan. Tapi aku tidak terlena oleh pujian itu. Berkat kepintaran yang aku punya, aku dapat kuliah di salah satu universitas negeri di daerah Bandung. Di sana, aku mendapatkan beasiswa yang cukup membantu kehidupanku. Aku kuliah tidak bayar, melainkan dibayar. Aku mendapat upah per bulannya sebanyak 1 juta. Aku mempunyai pacar bernama Angel. Aku sangat menyayanginya, dan tidak pernah pergi darinya. Angel mempunyai paras yang cantik, namun sayangnya dia memiliki sikap yang cemburuan. Tapi aku tidak memasalahkan itu, aku beranggapan jika dia cemburu, maka itu tandanya ia sayang padaku.
            Pagi ini cuaca terasa panas, maklum sekarang adalah musim kemarau. Jadi ya beginilah keadaanku di kost. Oh ya, aku sebenarnya asli dari Bogor dan sekarang aku kuliah di Bandung. Maka dari itu, aku menetap di kamar kost. Aku biasanya pulang sebulan sekali ke rumah, dan hari ini adalah jadwalku untuk pulang setelah mengikuti jam pelajaran kuliah. Hal itulah yang ternyata membuatku semangat di pagi hari. 
            Seperti biasa, ketika mentari pagi datang, aku selalu membereskan kamar tidur yang selalu acak-acakan. Entah mengapa ketika aku rapihkan, suatu saat nanti pasti acak-acakan kembali. Ya mungkin itu sudah tradisi bagiku. 
Hari ini adalah hari sabtu. Mata pelajaran kuliahku hanya satu, yaitu kimia. Dosen mata pelajaran kimia itu menurutku baik. Dia adalah bu Suci, dosen terbaik bagiku. Karena ia selalu memberikan nilai yang besar kepadaku di tiap semesternya.
            Setelah merapihkan kamar kostku, aku segera mandi, berpakaian rapih, sarapan, lalu langsung berangkat. Itulah kegiatan pagiku. Sehabis itu, aku mengunci pintu kamar kost dan saatnya berangkat menjemput pacarku untuk berangkat kuliah. Aku langsung memacu motorku yang belinya memakai hasil dari keringatku sendiri. Karena selain sebagai anak kuliah, aku juga mempunyai kerjaan sebagai desainer. Aku hanya bekerja ketika ada yang memesan dan order. Itu cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hariku. Karena itu, orang tuaku tidak pernah mengocek kantongnya untuk biaya kehidupanku.
            Di tengah perjalanan, ponselku yang logonya berbentuk buah apel itu berbunyi. Ketika aku lihat, ternyata bunda yang menelponku.
            “Halo? Kenapa bunda?” ucapku.
            “Kamu pulang kapan sayang?” tanya bunda yang terdengar dari ponsel itu.
            “Kayaknya nanti siang deh bunda. Soalnya aku ada satu mata pelajaran kuliah nih.” Jawabku.
            “Oh begitu, ya sudah hati-hati sayang.” Ucap bunda mengingatkanku.
            “Iya bunda.” Jawabku sambil mematikan telepon dan melanjutkan perjalananku.
            15 menit berlalu, aku sudah sampai di depan rumah Angel. Di sana, sudah ada Angel dan mamanya yang sedang menungguku. Aku dan keluarga Angel sudah dekat sekali, karena aku sering ke rumah Angel dan sering bertemu dengan mamanya. Biasanya, aku memanggilnya Tante. Semantara itu, ayahnya sedang pergi ke luar kota untuk mengurus pekerjaannya. Aku menghampiri mereka dan mencium tangan mama nya.
            “Tumben lama Fer?” tanya Angel.
            “Emangnya aku telat ya?” jawabku menanya balik.
            “Iya biasanya 14 menit kamu sudah sampai. Sekarang udah 15 menit loh.” Ucap Angel sambil tertawa.
            “Ya elah cuma 1 menit aja. Anak tante ternyata segitunya ya tante haha.” Jawabku sambil tertawa.
            “Iya emang begitu anak tante mah terlalu hebat.” Jawab tante yang tersenyum kepadaku.
            “Yaudah mam, aku mau berangkat dulu ya mam.” Ucap Angel pada mamanya.
            “Iya hati-hati ya jangan ngebut-ngebut bawa motornya Fer.” Ucap tante mengingatkanku.
            “Iya oke tante.” Jawabku sambil mencium tangannya.
            Aku langsung menaiki motorku dan memakai helm. Sementara Angel memakai helm yang selalu ia bawa. Entah kenapa aku melihat Angel mukanya pucat sekali. Mungkin ia lagi sakit, atau mungkin itu hanya perasaanku saja. Angel pun menaiki motorku dan aku langsung mamacunya. Selama di perjalanan, Angel hanya berdiam diri saja. Tidak seperti biasanya yang selalu ngomong ini itu. Tapi aku tetap berfikiran positif, mungkin ia sedang badmood. Aku pun langsung memacu motorku ke kampus yang hanya berjarak 3 kilo meter dari rumahnya. 
            Di tengah perjalanan, ponselku kembali berbunyi. Aku memberhentikan motor dan   mengangkat telepon itu yang ternyata dari Pak Arif, pelanggan desain ku.
            “Halo?” ucap Pak Arif.
            “Iya pak? Kenapa?” jawabku.
            “Kamu bisa kesini ga? Untuk melihat kondisi toko biar nanti posternya cocok. Gimana?” tanya dia
            “Bisa sih pak, tapi bukan sekarang. Paling nanti sehabis pulang kuliah pak.” Jawabku
            “Ya sudah tidak apa-apa. Di tunggu ya.” Ucapnya.
            “Iya oke pak.” Jawabku sambil mengakhiri telepon itu.
            Angel pun sepertinya penasaran dan bertanya,
            “Siapa sayang?” tanya dia.
            “Biasa sayang, pelanggan desain ku. Dia menyuruhku kesana buat nego.” Jawabku sambil menaruh ponsel ke dalam celana.
            “Oh gitu sayang.” Jawabnya. Aku langsung meneruskan perjalanan.
            Kita pun sampai di kampus. Aku segera memarkirkan motor. Aku dan Angel berbeda fakultas. Ia berada di fakultas ekonomi. Sementara aku berada di fakultas teknologi.
            “Sayang, kamu sekarang cuma satu mata pelajaran aja ya?” tanya Arngel.
            “Iya nih, kenapa emang?” jawabku menanya balik.
            “Ya udah kamu pulang duluan aja sayang, katanya kamu mau ketemu pelanggan dulu tentang pesenan desain. Terus, kamu kan mau pulang ke Bogor.” Ucap Angel.
            “Emm iya sih, tapi emang gapapa sayang?” tanyaku untuk memastikan.
            “Gapapa kok sayang. Yaudah aku mau masuk fakultas dulu ya. Hati-hati sayang.” Ucap dia sambil meninggalkanku.
            “Iya sayang kamu juga hati-hati.” Jawabku sambil tersenyum ke arahnya.
            Entah kenapa kali ini aku merasa sedih sekali. Aku merasa kehilangannya. Senyumnya berbeda dari yang biasanya. Mukanya begitu pucat dan suaranya lemas sekali. Tapi aku tetap meyakinkan hatiku bahwa itu mungkin perasaanku saja. 
Aku segera masuk ke ruangan yang isinya begitu sunyi, yaitu kelasku. Kelas ini begitu hening. Karena hanyalah orang-orang pintar dan sibuk yang ada di dalamnya. Mereka sibuk dengan laptopnya masing-masing. Aku segera mengeluarkan laptopku dalam tas.
“Kenapa Fer? Mukanya kok kusut gitu.” Tanya temanku, yaitu Wira.
“Engga nih, cuma sedikit ngantuk doang hehe.” Jawabku.
Wira adalah teman yang paling dekat denganku di fakultas ini. Karena yang lain itu sepertinya sibuk dengan dunianya masing-masing.
Tidak terasa, mata pelajaran kimia pun berakhir. Aku keluar dari ruangan yang begitu hening itu. Lalu, ponselku kembali berbunyi. Aku kira dari pelangganku, ternyata bunda yang menelpon.
“Halo bun?” ucapku.
“Sayang kamu jadi pulang sekarang?” tanya bunda.
“Emm engga bunda, kayaknya malem deh.” Jawabku sambil garuk-garuk kepala.
“Kenapa emangnya sayang?” tanya bunda dengan suara halusnya.
“Aku sekarang mau bertemu pelanggan nih buat proyek desain nya bun. Lumayan buat pendapatku. Nanti aku belikan bunda barang yang paling bunda suka deh. Terus aku bagi hasil pendapatannya.” Jawabku sambil tersenyum.
“Haha kamu bisa aja sayang. Tidak usah sayang, ya sudah hati-hati ya sayang.” Ucap bunda.
“Iya oke bun.” Jawabku sambil menutup telepon.
Kini saatnya aku pergi ke pusatnya kota Bandung, bertemu dengan pelangganku untuk membicarakan tentang pesanannya yang meminta desain untuk poster di tokonya. Aku pun langsung ke tempat parkir, lalu memacu motorku kesana. Selama di perjalanan, aku hanya terbayang Angel yang mengapa pagi tadi terlihat berbeda dari biasanya.
Perjalanan ini memakan waktu selama 2 jam. Aku sampai di toko pelangganku yang bernama Pak Arif. Dia adalah pengusaha tempe bulat. Lokasi tokonya begitu strategis dan luas. Pelanggannya pun cukup banyak. Ia memintaku untuk membuat poster yang ditempatkan di dalam ruangannya dan sebuah banner untuk di depan tokonya. Aku memikirkan konsep dan ukuran yang tepat agar hasilnya memuaskan. Saking fokusnya aku memikirkan itu, aku sampai lupa waktu, karena waktu ternyata sudah menunjukkan pukul 7 malam. Konsep itu sudah tergambar di otak ku. Aku segera pamit dan keluar tokonya. Hari ini cukup melelahkan bagiku, tapi aku senang karena sekarang aku bisa pulang ke rumah untuk beristirahat. Baru saja aku menaiki motorku, tiba-tiba ponselku berbunyi dan aku lihat ternyata dari mamanya Angel.
“Halo tante, ada apa?” tanyaku heran.
“Fer? Tante di Rumah Sakit Cadu.” Ucap tante.
“Ada apa memangnya tante?” tanyaku panik.
“Angel lagi dirawat, tante cuma ngasih kabar aja ke kamu. Tapi kamu ga usah ke sini, kamu pulang aja. Soalnya sekarang itu waktu buat keluarga kamu.” Ucap Tante.
Tatapanku kosong dan jantungku begitu shock mendengar itu. Aku sudah menduga bahwa Angel begitu berbeda dari hari-hari biasanya. Dan ternyata ia sekarang sedang terbaring di rumah sakit karena terkena serangan jantung. Sebenarnya aku ingin pulang, tapi aku putuskan untuk menemui Angel. Aku langsung memacu motorku sekencang mungkin agar sampai ke rumah sakit dengan cepat. Tapi aku tetap untuk berhati-hati. Karena keselamatan itu penting walaupun dalam keadaan sedarurat apapun. Sebenarnya gampang untuk cepat sampai ke rumah sakit, aku tinggal menabrakan diri, lalu ambulance datang untuk mengantarkanku ke rumah sakit dengan cepat. Tapi itu adalah ide yang konyol dan buruk. Entah kenapa aku berfikir seperti itu, yang jelas fikiranku sedang tidak karuan. Perjalanan yang biasanya ku tempuh selama 2 jam, kali ini sejam saja cukup untuk membawaku sampai tepat di depan Rumah Sakit Cadu.
Motor ini segera ku pakirkan di tempat parkir, lalu aku berlari dengan tergesa-gesa ke ruangan yang sudah diberi tahukan oleh tante tadi. Aku pun sampai dan di sana ada Tante yang sedang melamun. Aku langsung menghampirinya.
“Tante, Angel kenapa?” tanyaku panik.
“Angel terkena serangan jantung Fer. Dia lagi diperiksa dokter di dalam.” Jawab tante.
Aku menangis dan memegang kepalaku. Entah mengapa itu terjadi malam ini. aku teringat bunda. Bunda pasti menungguku pulang. Aku putuskan untuk menelpon bunda.
“Halo bun?” ucapku menelpon bunda
“Iya sayang? Kenapa?” tanya bunda. 
“Bun, kayaknya aku ga pulang deh malam ini. besok malam aku baru pulang bunda.” Ucapku.
“Kenapa memangnya sayang?” tanya bunda heran.
“Angel kena serangan jantung bun. Aku sekarang ada di rumah sakit. Ini lebih penting bunda.” Ucapku.
“Oh gitu sayang. Ya sudah, kamu nanti kabarin bunda lagi ya kalau mau pulang. Padahal bunda sudah masak buat kamu sayang. Hati-hati sayang.” Ucap bunda. Sepertinya ia kecewa aku tidak pulang.
“Iya bun, maafin Fero ya. Soalnya situasinya penting banget bun.” Ucapku.
“Ga kenapa-napa sayang. Jaga diri kamu baik-baik sayang hati-hati kalau mau pulang.” Ucap bunda mengingatkanku.
“Iya bunda, makasih bunda. Bye bunda.” Ucapku.
“Bye sayang.” jawab bunda lembut.
Bunda terdengar kecewa padaku, untuk itu aku berniat untuk membelikan mukena dan kerudung kesukaannya di esok hari. Karena sekarang ini kondisinya lebih penting.
Baru selesai aku menelpon bunda, dokter keluar dari ruangan itu. Aku dan tante menghampirinya.
“Bagaimana kondisi anak saya dok?” tanya tante pada dokter itu dengan panik.
“Kondisi anak ibu baik-baik saja. Sekarang dia membaik. Tadi dia terkena serangan jantung kecil. Tapi tetap waspada karena berpotensi besar terkena serangan jantung yang lebih besar.” Ucap dokter itu menjelaskan.
“Apakah kita boleh masuk ke dalam untuk melihat kondisi dia dok?” tanyaku pada dokter.
“Silahkan, tetapi jangan membuatnya kaget. Karena jantungnya masih rawan. Permisi” jawab dokter sambil meninggalkan kami.
Aku dan tante masuk ke ruangan untuk menemui Angel. Ketika aku melihat ia terbaring, aku seperti akan kehilangannya. Mukanya pucat sekali. Jujur, aku melihatnya begitu sedih.
“Sayang? Kamu baik-baik aja?” tanya tante pada Angel
“Dadaku sakit mam. Tapi aku baik-baik aja kok mam.” Jawab Angel sambil tersenyum. Tetapi senyumannya tertutup oleh muka pucatnya.
Lanjut Angel bertanya padaku. “Kamu kok ga pulang ke rumah sayang?”
“Tadinya aku mau pulang, tapi aku dapat kabar dari tante bahwa kamu kena serangan jantung sayang. Gimana aku bisa pulang kalau kamu kayak gini.” Jawabku sambil tersenyum kepadanya.
“Ga kenapa-napa sayang. Kamu pulang aja, ini waktunya kamu berkumpul sama keluarga kamu. Aku bakal baik-baik aja kok sayang.” Ucap Angel yang terbaring di situ.
Aku diam, lalu Angel melanjutkan, “Sekarang kamu harus pulang ya, kasian orang tua kamu pengen ketemu sama kamu.”
“Iya Fer, gapapa kok Angel sama tante aja. Nanti tante kabarin kamu tentang Angel.” Ucap Tante meyakinkanku sambil tersenyum.
“Yaudah, besok pagi aja aku pulangnya.” Ucapku yang sedih harus meninggalkan Angel dalam kondisinya sedang seperti itu.
“Sekarang aja sayang.” Ucap Angel.
“Ga kenapa-napa kok, aku temenin kamu dulu sampe besok pagi.” Ucapku yang sebenarnya bingung antara pulang sekarang ataupun besok.
Semalaman aku hanya menatap Angel yang terlelap tidur hingga aku berfikir, bagaimana jika aku kembali dari rumah, aku menemukan Angel yang matanya tertutup seperti ini untuk selamanya? Aku hanya menangis dan berusaha untuk terus berfikir yang positif. Ketika aku sedang melamun, tidak terasa aku tertidur disamping Angel.
“Fer? Fer?”
Suara itu membangunkanku dari tidur. Ternyata suara itu datang dari tante. Aku pun terbangun.
“Iya tante? Kenapa?” jawabku. Sementara itu, Angel masih terbaring dan tertidur.
“Kamu pulang gih. Ini udah pagi.” Ucap tante menyuruhku.
“Tapi Angel tante?” jawabku bingung.
“Ga apa-apa. Biar tante yang jaga. Nanti tante kabarin kamu kok.” Ucap Tante meyakinkanku.
“Yaudah aku pulang dulu ya tante.” Ucapku sambil menghampirinya dan mencium tangannya. Lalu aku menghampiri Angel untuk memegang tangan dan menciumnya. Dengan beratnya aku meninggalkan orang yang aku sayang. Sebenarnya aku bisa saja tidak pulang, tapi aku sudah sebulan tidak pulang untuk bertemu dengan orang tuaku. 
Sesuai niatku, aku membeli mukena dan kerudung dulu untuk bunda. Semoga kecewa bunda semalam terbayar oleh pemberian barang olehku. Setelah itu, aku langsung memacu motorku untuk pulang. Kali ini aku mengendarai motor dengan hati-hati. Karena aku sadar bahwa fikiranku sedang tidak karuan. Entah apa yang ada di fikiranku saat ini.
Sudah 3 jam berlalu, aku masih dalam perjalanan. Mungkin 10 menit lagi sampai di rumah. Namun ponselku bergetar menandakan ada pesan masuk. Setelah aku lihat, ternyata pesan dari tante, yaitu mamanya Angel. Hatiku sudah bergetar hanya melihat nama dari pengirim pesan itu. Aku pun membuka pesannya yang berisi:
“Fero? Kamu sudah sampai di rumah? Semoga kamu sampai rumah dengan selamat. Ini tante fer. Tante cuma mau ngasih info, bahwa Angel kondisinya sudah membaik dan akan dibawa pulang. Kamu ga usah khawatir ya, dia bakal sembuh. Selamat beristirahat bareng orang tuamu Fer.”
Aku yang semula bergetar memegang ponsel ini, sekarang sudah bisa tersenyum dan aku merasa senang karena ternyata fikiran negatif itu hanya perasaanku saja. Tapi walaupun begitu, hatiku tetap tidak bisa tenang dan masih dalam keadaan was-was. Mungkin aku sedang kelelahan dan butuh istirahat. Lalu, aku kembali melanjutkan perjalanan pulang. Aku tidak sabar melihat muka bunda yang akan senang ketika aku datang membawakan mukena dan kerudung kesukaannya.
Halaman rumah sudah terlihat di pandanganku, namun ada yang aneh di situ. Entah mengapa rumahku kedatangan banyak tamu. Banyak sekali orang yang berada di situ. Terlihat ramai. Aku pun memarkirkan motor di depan rumah, masih bingung dengan pandangan orang-orang yang mukanya begitu datar dan sedih. Aku langsung masuk ke rumah dan begitu terkejutnya ketika aku melihat pemandangan terburuk sepanjang hidupku. Orang yang telah melahirkanku, yaitu bunda sedang terbujur kaku alias terbaring dengan seluruh tubuh yang tertutup kain. Sementara itu, orang-orang di sekitarnya termasuk adikku sedang menangis dan memandangiku dengan muka yang sedih. Aku tidak kuasa dan langsung berlari menghampiri bunda yang sedang terbaring tanpa nyawa itu.
“Bundaaaaa........!!!!! bangun bunda bangun! Aku membawakan mukena dan kerudung kesukaan bunda, maka dari itu bunda harus bangun dan memelukku” ucapku yang menangis dan tingkahku yang seperti orang gila berbicara dengan orang yang sudah tidak bernyawa.
“Bunda, aku kangen bunda! Bangun bunda.” Ucapku sambil terus memeluknya.
Ayahku dan orang-orang lainnya menghampiriku dan menarikku untuk masuk ke dalam kamar. Aku berontak dan terus melawan, tapi sayangnya mereka terlalu banyak dan membuatku terbawa ke dalam kamar.
“Istighfar Fero, istighfar!” ucap ayah menasehatiku.
“Ayah! Bunda lagi tidur kan ayah? Dia ga kenapa-napa kan ayah? Bangunkan bunda ayah bangunkan dia hahaaa” tanyaku yang sepertinya tidak sadar jiwa.
Orang di samping ayah membacakan ayat-ayat suci Al Qur’an untuk membuatku tersadar dari akal gilaku. Namun, aku tidak langsung begitu saja sembuh. Justru aku malah pinsan dalam situasi seperti itu. Entah berapa lama aku tidak sadarkan diri, lalu ada sesuau  muncul di pandanganku, aku merasa berada ada di alam yang lain. Lalu, ada bunda disitu dan berkata, “Bunda kangen kamu sayang. Tapi sayangnya kamu TERLAMBAT untuk itu.” Setelah itu, bunda menghilang dan pandanganku kembali gelap. Aku terbangun dari pinsanku. Sepertinya lama sekali aku dalam kondisi pinsan. Situasi di rumah tidak seramai tadi. Dan aku teringat bunda. Aku langsung berdiam diri dan menangis merenungkan situasi yang membuatku menyesal dengan keputusanku sendiri. Aku menangis sendirian di kamar. Lalu, ada seseorang yang membuka pintu kamar. Dia adalah Vello, yaitu adikku yang masih SMP.
“Kak?” ucap Adikku
“Kenapa Vel?” Tanyaku.
“Bunda udah ga ada kak.” Ucap vello. Aku hanya diam saja
Lanjut Vello, “Semalem bunda bilang lagi sakit dada dan sesak nafas saat beres masak makanan buat kak fero yang katanya mau pulang, yaudah aku ajak bunda tidur, tapi bunda bilang mau nungguin kak Fero dulu.” Vello menjelaskan hingga membuatku semakin tidak tahan meneteskan air mata terus menerus.
“Karena aku udah ngantuk, yaudah aku tinggal tidur aja. Tapi ketika aku tidur, ada suara gelas pecah dan membuatku kebangun dari tidur. Aku kaget, terus aku jalan pelan-pelan ke ruang tamu. Aku kaget dan takut pas liat bunda sudah terbaring di lantai. Di sana, dia memegang foto kak Fero.” Ucap Vello kembali menjelaskan dan terus membuat dadaku sesak menahan rasa sakit yang berasal dari hati.
“Karena aku tidak berani, aku langsung menelpon Ayah. Ayah sedang bekerja di sip malam. Aku menjelaskan situasi itu. Ayah pun pulang dan langsung mengecek situasi bunda. Ayah menangis, dan aku mengerti ketika Ayah menangis. Tanpa aku tanya mengapa, aku pun menangis.” Kembali ucap Vello menjelaskan secara rinci.
“Cukup!” ucapku membentak.
“Maaf kak, aku cuma menjelaskan.” Jawab Vello.
Lanjut Vello, “Ini kak, aku menemukan surat tepat di atas meja semalem bunda terjatuh. Ada tulisan ‘Buat Kak Fero’. Aku ga berani buka, soalnya ini buat kak Fero.”  Sambil memberikan sepucuk surat kepadaku.
“Aku keluar dulu ya kak.” Ucap Vello sambil berjalan keluar dari kamarku.
Aku tidak menjawab dan hanya melihat surat yang diberikan oleh vello. Dengan ragu-ragu aku memberanikan diri untuk membuka surat itu. Lalu aku pun membaca isi suratnya.
Untuk Fero Sayang,
            Sayang? Kamu sudah pulang? Jika sudah, berarti kamu akan membaca surat ini.
Sayang, bunda rindu sama kamu. Bunda ingin kamu berada di sini. Bunda ingin kamu luangin waktu sama bunda di sini. Tetapi bunda paham kok, kamu sibuk di sana di dunia kamu itu. Bunda paham kamu pengen sukses dan punya niat buat bikin bunda bahagia. Tapi kemarin bunda nanya terus kapan kamu pulang bukan karena bunda rewel. Tapi bunda merasa ada yang tidak enak. Bunda ingin bertemu kamu, memeluk kamu. Bunda rindu sama kamu, tapi kamu tetap saja menjawab bahwa kamu sedang sibuk.
            Sayang? Kalau boleh bunda bilang sih ya, bunda tidak meminta barang darimu, bunda tidak meminta uang darimu. Bunda cuma minta waktu darimu. Waktu yang bakal bunda gunakan untuk bunda habiskan bersama kamu walaupun hanya beberapa saat. Bunda memang bakal senang dan bahagia jika melihat karirmu sukses. Tapi bunda akan lebih bahagia jika melihat kamu ada di sini, bersama bunda walau hanya beberapa saat. Oh ya, jika kamu sudah pulang, bunda sudah buatkan makanan buat kamu.
            Pesan untukmu, jika kamu mendapatkan surat ini bukan dari bunda, berarti kamu sudah tidak akan melihat bunda lagi. Itu juga berarti bunda tidak dapat melihat senyuman kamu yang manis itu. Sempatkanlah pulang walau hanya sebulan sekali, temui keluargamu yang sejak dulu selalu bersamamu. Kemarin mama minta kamu pulang, tapi ternyata kamu bilang bahwa ada situasi yang lebih penting untuk orang yang lebih penting. Dan yang terakhir, PILIHLAH ORANG YANG PENTING DARI YANG TERPENTING.
            Jaga diri kamu baik-baik sayang, bunda selalu berdo’a yang terbaik untukmu.
Dari Bunda”

            Sontak setelah aku membacanya, aku menangis dan terus menangis untuk menyesali keputusanku. Aku lebih mementingkan Angel yang nyawanya masih tertolong di banding bunda yang sekarang nyawanya sudah tidak tertolong dan aku tidak sempat melihat wajah manis nya yang selalu memanjakanku. Aku melamun dan berkata,
“Bunda, aku sudah ada di rumah. Tapi sayangnya TERLAMBAT.”

***SELESAI***



Penulis: Muhamad Fauzian S.
Ig: fauzian.muhamad
Tweet: @fauzianmuhamad6

FB: Fauzian Sebastian

Kenalan dulu yu, karena ada istilah tak kenal maka tak sayang. Ya walaupun terkadang udah lama kenal eh ga disayang-sayang. Giliran udah kenal dan udah sayang, eh malah ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.

Share this

Previous
Next Post »